BONTANG - Senin (26/10) jadi hari paling mengesalkan bagi Komisi I DPRD Bontang. Dalam agenda rapat pertama pagi hari, rencananya mereka rapat dengar pendapat (RDP) bersama PT Panglima Siaga Bangsa dan Dinas Ketenagakerjaan Bontang. Namun, kedua undangan tak hadir. Perusahaan tidak hadir karena alasan pandemi.
Anggota Komisi I DPRD Bontang Bakhtiar Wakkang menyebut, pemanggilan ini bukan untuk mencari siapa yang salah. Namun, mencari klarifikasi atas dugaan penyelewengan yang dilakukan PT Panglima Siaga Bangsa terhadap eks karyawannya.
Yakni tidak memberikan gaji sesuai UMR, insentif tak diberikan. Bahkan ada laporan diterima legislator, perusahaan tersebut melakukan intimidasi kepada eks karyawan PT Panglima Siaga Bangsa bila melaporkan persoalan ini. “Bagaimana kami bisa melihat duduk perkara dan solusinya, kalau bapak ibu yang terhormat tidak datang,” ujar Bakhtiar.
Dalam rapat kedua, pukul 13.00 Wita, kekesalan berlanjut. Merasa pihak-pihak yang hadir rapat tidak kompeten, Komisi I memilih walk out. Adapun dalam rapat itu, agendanya Komisi I rapat bersama PT Harlis Tata Tahta (HTT) dan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Bontang.
Membahas persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dugaan penyelewengan ketenagakerjaan lain yang dilakukan PT HTT kepada eks karyawannya. Ketika masuk ruang rapat sekira pukul 13.10 Wita, anggota Komisi I Bakhtiar Wakkang langsung membuka rapat. Lantas menanyakan pihak-pihak yang hadir dalam rapat. Adapun PT HTT hanya mendelegasikan karyawan biasa. Sementara Disnaker Bontang diwakili Kasi Pelatihan, Produktivitas dan Pemagangan, Dony Tanjung.
Mendengar itu, Komisi I kesal lagi. Hanya menyampaikan kekesalan, tak lama setelahnya, kemudian walk out. Dimulai dengan Bakhtiar Wakkang. Di luar ruang rapat dia menjelaskan, sia-sia saja bila rapat dilanjutkan. Pasalnya, kendati diskusi panjang lebar, kesepakatan akhir belum tentu bisa dilakukan karena bukan pemegang kebijakan yang datang. "Percuma rapat. Hasilnya tidak akan ke mana-mana. Sama saja kami bicara sama tembok," tegasnya.
Kepada HTT, sebut Bakhtiar, perusahaan itu seperti berusaha mengaburkan persoalan. Sebab, dalam tiga kali rapat, delegasi perusahaan selalu berbeda. Pertama, karyawan yang tidak memiliki kompetensi mengambil kebijakan. Kedua, pengacara perusahaan. Ketiga, staf yang dikirim. Tak pernah dihadiri pimpinan perusahaan, sehingga ketika rapat, delegasi selalu tak tahu duduk perkara. Serta tak paham hasil rapat-rapat sebelumnya. "HTT itu punya persoalan besar. Kenapa dia selalu mendorong pihak-pihak yang tidak berkompeten," sebutnya.
Sementara untuk Disnaker, sebut Bakhtiar, OPD tersebut tidak serius mengurusi persoalan rakyat. "Insyaallah DPRD akan melakukan langkah yang lebih konfrontatif lagi. Persoalan ini harus selesai," tandasnya. (fit/kpg/edw/rdh/k16)