Maskapai-Maskapai Berusaha Bertahan di Tengah Pandemi, Ekspansi Layanan hingga Jualan Gorengan

- Senin, 26 Oktober 2020 | 16:40 WIB
SIA merumahkan sekitar 2.400 karyawannya saat pandemi.
SIA merumahkan sekitar 2.400 karyawannya saat pandemi.

Pandemi membuat banyak negara menutup perbatasan internasional. Pemilik maskapai penerbangan dan bisnis pariwisata harus memutar otak dan berinovasi untuk menjaga eksistensi.

 

”KARENA liburan tidak bisa dilakukan dengan Zoom.’’ Pernyataan tersebut dilotarkan Wakil Presiden Regional Singapore Airlines (SIA) untuk Amerika Joey Seow. Itu bukan sekadar pernyataan. Namun, harapan dan keyakinan menjadi satu.

Maskapai penerbangan nasional Singapura tersebut yakin, setelah pandemi, permintaan tiket untuk jalan-jalan akan berangsur naik. Sama dengan berbagai maskapai lainnya di dunia, Singapore Airlines terpuruk akibat pandemi Covid-19.

Anggota Star Alliance itu terpaksa merumahkan 2.400 karyawannya. Bukan hanya itu, yang masih bertahan juga harus menerima pemotongan gaji. Salah satu maskapai terbaik di Asia itu bahkan harus banting setir untuk mencari pemasukan. Salah satu upayanya, menjadikan pesawat yang mereka miliki sebagai restoran pada 24–25 Oktober.

Harganya bervariasi di setiap kelas. Yang paling mahal adalah private suite, yaitu SGD 600 atau setara Rp 6,5 juta. Sejak 5 Oktober, mereka menyediakan layanan pesan antar makanan yang biasanya tersaji di dalam pesawat.

Akhir bulan depan ada tur ke berbagai fasilitas milik SIA. Semuanya dilakukan demi mengumpulkan pundi agar mereka bisa tetap bertahan. Singapore Airlines yakin situasi bakal membaik. Mereka bersiap membuka lagi rute terpanjang nonstopnya dari Changi, Singapura, ke Bandara JFK, New York. Pesawat Singapore Airlines SQ24 mendarat di AS pada 9 November mendatang. Mereka membawa penduduk Singapura yang mayoritas ingin berwisata ke AS serta kargo.

Seow berharap AS-Singapura akan membuat kesepakatan jalur hijau atau travel bubble. Dengan begitu, mereka tidak hanya membawa turis dan kargo. Singapura sampai saat ini menerapkan kebijakan ketat bagi siapa saja yang ingin masuk negaranya.

Singapura menerapkan travel bubble dengan Hongkong, Australia, Brunei, Vietnam, dan Selandia Baru karena kasus Covid-19 di negara-negara tersebut sangat rendah. Hingga detik ini, warga AS tidak bisa masuk Singapura tanpa karantina. Mereka hanya bisa berada di Bandara Changi untuk transit.

Thai Airways mengalami nasib serupa. Mereka menawarkan cuti tidak dibayar ataupun pensiun dini kepada para pegawainya demi menekan pengeluaran. Jika kebijakan itu diterapkan, maskapai

tersebut bisa bertahan hingga April 2021. ”Sekitar 80 persen pegawai setuju pemotongan gaji dan cuti tidak dibayar,” ujar Plt Presiden Thai Airways Chansin Treenuchagron sebagaimana dikutip Bangkok Post.

Thai Airways sudah melakukan berbagai upaya untuk menambah penghasilan. Mulai jualan makanan khas Thailand seperti pa tong go yang serupa roti goreng hingga membuka restoran bertema kabin pesawat. Namun, semua tidak cukup untuk menutup pengeluaran. (sha/c14/bay)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X