PROKAL.CO, SAMARINDA - Stigmatisasi kepada mereka yang terpapar Covid-19, turut menambah beban seseorang menjalani penyembuhan.
Untuk melawannya, maka perlu dukungan penuh bagi orang positif Covid-19 dari keluarga, kerabat dan teman. Bentuknya bisa dengan ucapan dan perhatian.
Hal ini dikatakan Kepala Bidang Pelayanan Medik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Wahab Syahranie, dr Nurliana Adriati Noor saat memandu webinar bersama penyintas Covid-19 yang berbagi pengalaman beberapa waktu lalu.
"Stigma itu tidak boleh terjadi. Karena kami yakin di seluruh dunia tidak ada yang ingin terkena Covid-19. Tetapi jika ada yang terkena, mari sama sama kita memberi support," ujar dr Nana sapaan akrabnya. Menurut dr Nana, banyak bukti pasien Covid-19 akan lebih kuat ketika ada yang memberi dukungan dan memberikan perhatian.
"Kalau tidak bisa memberikan barang dan sebagainya. Minimal memberikan ucapan dan doa. Secara langsung dapat menguatkan (pasien Covid-19)," ujar dr Nana menanggapi pengalaman penyintas Covid-19, dr Dieni Azra, Sp PD dokter spesialis penyakit dalam.
Cerita dr Dieni hadapi Covid-19 bagi dr Nana, sangat membekas. Terlebih saat sempat diskusi pertama kali memilih isolasi mandiri atau di rawat rumah sakit. Dan bahkan cerita bagaimana harus berjarak dengan anggota keluarga ketika berjemur bersama-sama di bawah sinar matahari.
dr Dieni Azra terkena Covid-19 dengan gejala sesak napas, nyeri, demam dan diare. Ia berhasil sembuh setelah mampu melawan sesak napas dengan gerakan Yoga, rajin berjemur di matahari dan intens berkomunikasi dengan keluarga serta kerabat.
Kesembuhan dr Dieni tak lepas dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Samarinda membuat grup Whatsapp yang mendukungnya. "Ini cukup membantu. Karena dukungan sekitar orang sangat membantu. Artinya saya sudah mengalaminya dan merasakan manfaatnya. Sekedar bertanya kabar, bagi saya sangat berarti. Saya merasa tak sendiri," jelas dr Dieni.
Orang terpapar Covid-19 cukup tertekan ketika hanya sendiri di ruangan. Dan tak dapat ditemui keluarga dan orang lain. "Orang lain bahkan takut ketemu kita. Stigma itu tetap ada. Tapi seharusnya tidak perlu ada selama kita menjaga norma-norma kesehatan," katanya. (myn)