Aisyah Naomisachie, Berkarya lewat Film

- Senin, 26 Oktober 2020 | 14:30 WIB

BERKARYA bukan hal mudah. Banyak cara dilakukan mengikuti kesukaan masing-masing. Namun, dalam perjalanan, banyak tantangan yang harus dilalui. Bahkan saat menuangkan karya masih banyak yang menganggap sebelah mata.

Hal itu bukan menjadi hambatan bagi perempuan bertubuh mungil kelahiran Sangatta, 4 Agustus 1996 silam. Bernama lengkap Aisyah Putri, atau lebih familier dijuluki Naomisachie, mungkin karena wajahnya yang mirip orang Jepang.

Pemilik rambut lurus hitam itu memang menyukai kesenian sejak duduk di bangku sekolah dasar (SD). Menulis naskah hingga berperan layaknya aktor terus dilakukan hingga kini. Tidak heran, meski hanya putri daerah, dia sudah memiliki banyak film pendek, bahkan beberapa kali meraih penghargaan.

"Saya memang suka menulis sejak SD, kemudian menulis skrip saat SMP, dulu belum ada internet seperti sekarang. Hasilnya banyak yang terbuang gitu aja," ungkapnya saat ditemui di kediamannya.

Menjadi novelis sudah dicita-citakannya sejak kecil. Memang, perempuan berkulit putih itu sangat suka berimajinasi. Dia menyebut butuh wadah. Untuk itu, coba memanfaatkan teknologi menjadi karya yang layak dinikmati. "Saya suka acting, makanya saat masuk SMA ikut teater. Buat naskah, lalu coba bikin film pendek," tambahnya. Tidak mudah menghasilkan karya. Cibiran sana-sini, bujet seadanya, hingga tim yang tidak mumpuni kerap menjadi tantangan tersendiri. Namun, kata Naomi, jika tidak nekat, tidak akan ada karya yang bisa disajikan.

Beberapa film pendek, dia kerap merangkap sebagai pemeran. Seperti cerita yang mengangkat kekayaan alam Kutai Timur, mengenai karst berjudul "Menuju Paru Dunia", pernah menyabet juara 2 se-Kaltim di ajang Parfi Bontang Film Festival. Pada 2012 lalu, film berjudul "Nasib Ku Malang" film edukasi ajakan menolak narkoba. Serta saat ini satu karyanya sedang dipertaruhkan dalam perlombaan film mengenai ajakan melakukan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19 berjudul "14 Days". Dia sudah merancang pembuatan film baru mengenai ikon Sangatta.

"Dari karya itu, banyak ilmu yang saya serap dan saya tuangkan di film. Tak jarang bisa ketemu artis dan sutradara kondang di Indonesia. Dari mereka saya terinspirasi," bebernya.

Genre romantis komedi menjadi kesukaannya. Namun, dia menyadari, untuk berkarya di Sangatta saja sangat sulit. Tidak hanya masalah tim, nilai film di sana belum dapat dihargai penuh seperti di kota-kota besar. Belum lagi modal pribadi sangat memengaruhi pembuatan film. Dengan dalih tersebut, membuatnya beranjak dan berkarya di Jakarta.

"Saya sering dianggap menang tampang aja dan tidak punya karya. Itu wajar aja, biasanya kalau kenal saya, pasti tahu hobi saya emang buat film-film. Makanya saya ke Jakarta, di sana itu karya dan keringat kita sekecil apapun sangat dihargai. Alhamdulillah, di Jakarta saya sudah punya banyak film series," tuturnya.

Prestasi kerap didapat. Tidak hanya di bidang film, dia juga menulis puisi dan pernah menyabet juara penyiaran radio se-Kutim, juara teater, serta juara saat mengikuti lomba debat dan cerdas cermat. Ternyata, anak keempat dari lima bersaudara itu pernah meraih juara pertama model kontes mobil se-Asia, atau disebut Miss HIN.

Menjadi bintang iklan merupakan profesi yang tantangannya lebih berat. Bahkan, hal itu merupakan incaran dari kebanyakan model, termasuk dirinya. Jika kebanyakan perempuan sepertinya mengincar pekerjaan di kantoran, dia lebih memilih menjadi agency.

"Saya pernah ditawari sitkom ternama di salah satu film Indonesia, tapi saya tidak pernah bisa casting. Malah jadi bintang iklan itu bagus," tutupnya. (*/la/dra/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Puasa Pertama Tanpa Virgion

Minggu, 17 Maret 2024 | 20:29 WIB

Badarawuhi Bakal Melanglang Buana ke Amerika

Sabtu, 16 Maret 2024 | 12:02 WIB
X