SAMARINDA - Meskipun sudah dijamin dengan undang-undang nyatanya nyatanya keselamatan jurnalis masih di ujung tanduk. Tidak hanya urusan kondisi pandemi saat ini, tetapi juga kasus kekerasan jurnalis yang masih terjadi di Benua Etam.
Hal ini terungkap dalam diskusi Keselamatan Jurnalis di Kala Pilkada dan Pandemi, yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Biro Samarinda.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim dokter Nathaniel Tandirogang mengatakan, jurnalis ketika meliput harus benar-benar dibekali protokol kesehatan. Apalagi, ketika meliput di zona merah. "Jurnalis juga harus bisa jadi contoh untuk penerapan protokol kesehatan," kata Nataniel.
Apalagi kondisi pandemi saat ini, yang juga bersamaan dengan Pilkada, membuat jurnalis aktivitasnya makin berisiko. Sebab banyak kegiatan yang berhubungan dengan Pilkada harus mereka liput.
Sebenarnya covid 19 adalah penyakit yang akan sembuh sendiri. Tetapi itu bergantung dengan kondisi imun tubuh seseorang. Nah kondisi imun ini, dipengaruhi dengan gaya hidup.
Dalam diskusi yang didukung Astra Honda Motor, Pertamina Hulu Kalimantan Timur, dan Pertamina Hulu Sanga Sanga, Nataniel juga menjawab alasan mengapa covid-19 begitu cepat menyebar. Tidak seperti virus lain seperti SARS atau MERS. Dia menjelaskan virus itu memiliki tempat yang cukup panjang di tubuh mulai dari saluran pernapasan hingga usus. Maka dari itu salah satu gejala yang dirasakan berita adalah diare. Berbeda dengan virus-virus sebelumnya virus-virus sebelumnya yang hanya menginfeksi sekitar saluran napas.
Akademisi Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah pun mengatakan perusahaan dan pemerintah harusnya memperhatikan keselamatan jurnalis dan masyarakatnya.
"Memaksakan Pilkada di tengah pandemi itu itu tidak bijak. Berkaca negara lain, angka partisipasinya rendah juga pada pemilu saat pandemi ini," terangnya.
Selain itu itu dengan memaksakan Pilkada di tengah pandemi akan membuat tugas liputan wartawan makin banyak. Nah dengan ini, liputan di tengah pandemi tentu akan membuat risiko para jurnalis semakin besar untuk terpapar covid 19.
"Siapa yang bertanggungjawab untuk kesehatannya?," tegas Castro.
Sementara itu Ketua AJI Abdul Manan mengatakan, gaya hidup wartawan sudah berisiko. Makan tidak teratur, makan tidak bergizi, dan kurang minum atau kurang tidur tidur kerap dilakoni para wartawan. Walhasil, gaya hidup seperti itu berisiko membuat sistem imun tubuh tidak optimal.
"Wartawan harus memperhatikan protokol kesehatan di kantor ataupun ketika liputan. Dilaksanakannya Pilkada di tengah pandemi pun membuat risiko semakin besar. Pasalnya wartawan itu ya ada keramaian di situ mereka meliput," jelas dia.
Selain itu, perusahaan juga harus bijak. Mulai dari membekali wartawan yang di lapangan, hingga di kantor. Memang, diakui Manan, ada kecenderungan media pers swasta, menutupi kasus jika ada pekerjanya yang positif. Sebab, ada kekhawatiran kantornya mesti dilockdown. Sehingga, mereka tak bisa berproduksi. Kondisi berbeda pada perusahaan pers pelat merah, yang tak masalah jika harus lockdown. Sebab, keuangannya sudah terjamin pemerintah. (nyc)