B30 Pangkas Impor Solar Rp 45 T, Petani Sejahtera

- Sabtu, 24 Oktober 2020 | 12:31 WIB
-AMAN: Petugas SPBU mengalirkan solar ke tangki kendaraan masyarakat, Jumat (23/10). Bahan bakar minyak jenis ini dipastikan memiliki kandungan biodiesel 30 persen.
-AMAN: Petugas SPBU mengalirkan solar ke tangki kendaraan masyarakat, Jumat (23/10). Bahan bakar minyak jenis ini dipastikan memiliki kandungan biodiesel 30 persen.

KOMITMEN Pertamina dalam membantu pemerintah mengurangi defisit neraca perdagangan begitu besar. Di tengah penurunan harga minyak dunia yang berada di level USD 40-45 per barel, mereka tetap konsisten menerapkan mandatori biodiesel 30 persen (B30) atau mencampur bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan biodiesel sebanyak 30 persen.

Penerapan B30 ini pada 2020 diprediksi mampu mengurangi impor solar sebesar 8-9 juta kiloliter. Jika dikalikan dengan harga indeks pasar (HIP) solar pada Maret 2020 sebesar Rp 5.630 per liter, maka nilai penghematan impor solar bisa mencapai Rp 45 triliun.

Sepanjang Januari-Juli 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat, nilai impor migas Indonesia turun 32,85 persen dari USD 12,64 juta dengan volume 23,17 juta ton menjadi USD 8,48 juta dengan volume 22,22 juta ton.

Direktur Utama Nicke Widyawati menuturkan, program B30 tahun lalu tidak hanya mengurangi impor solar, tapi juga menghemat devisa negara hingga 20-30 persen. “Sebelum B30, kita sudah menerapkan B20. Dari data tahun 2018-2019, ada penurunan biaya sekitar 4 persen. Jadi, setiap tambahan FAME (fatty acid methyl ester) sebesar 10 persen ke solar, ada penurunan biaya produksi 2 persen,” ujarnya seperti dikutip dari keterangan resmi.

Secara nasional, tahun ini Pertamina memiliki target penyaluran biosolar atau B30 sebesar 15,076 juta kiloliter. Dan per September sudah terealisasi sebesar 10,182 juta kiloliter. Untuk wilayah Kalimantan sendiri, setiap bulannya perseroan pelat merah ini menyalurkan 375.444 kiloliter. “Ini kami distribusikan ke seluruh SPBU atau retail dan konsumsi industri di Kalimantan,” tambah Manajer Komunikasi, Relasi & CSR Regional Kalimantan Roberth MV Dumatubun, Sabtu (17/10).

Adapun untuk Kaltim, distribusi B30 per September sudah sebesar 168.060 kiloliter dari target sebesar 257.497 kiloliter. Dengan konsumsi terbesar berada di Samarinda mencapai 39.160 kiloliter. Robert juga memastikan seluruh solar yang beredar di masyarakat sudah mengandung biodiesel.

Selama menjalankan program tersebut, Roberth mengaku dihadapkan dengan beberapa tantangan. Salah satunya mengatasi sifat biodiesel yang bisa membeku pada suhu dingin. Sehingga diperlukan tempat penyimpanan khusus agar tidak merusak kualitas BBM yang akan disalurkan ke masyarakat. Pun saat melakukan pencampuran. Harus dilakukan jelang pendistribusian.

“Bahkan kadang kami mencampurnya di moda transportasi langsung. Bisa di mobil tangki atau kalau pengirimannya menggunakan kapal ya kami blending di kapal,” bebernya. Dia memastikan program tersebut tetap akan dijalankan secara maksimal karena menjadi salah satu alternatif mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil yang nantinya pasti habis.

Melihat permintaan BBM yang terus bertambah, pihaknya juga berencana memperbesar kapasitas penyimpanan. Membangun dua tangki untuk solar di Samarinda dan membuka lahan baru di Tanjung Batu, di kawasan Teluk Balikpapan. Penambahan ini dilakukan sebagai antisipasi peningkatan jumlah produksi seiring perluasan kilang minyak Balikpapan dan proyek perpindahan ibu kota negara (IKN) baru.

“Selain perpindahan IKN, permintaan BBM setiap tahunnya juga pasti meningkat sejalan dengan tumbuhnya jumlah penduduk, jumlah kendaraan dan investasi yang masuk ke Kaltim. Semakin banyak investasi, maka akan semakin banyak industri yang akan terbangun. Semuanya ini membutuhkan suplai BBM,” tuturnya.

Terkait suplai FAME sebagai bahan baku B30, pihaknya mencatat belum pernah ada gangguan karena Pertamina pusat telah menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan kelapa sawit, salah satunya PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III. “Kami sudah menggandeng banyak perusahaan, jadi untuk suplai tidak pernah ada masalah. Apalagi produksi kelapa sawit kita juga besar,” tuturnya.

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menambahkan, penerapan B30 memiliki multiplier effect. Tak hanya mengurangi defisit neraca perdagangan, tapi juga bisa membantu pemerintah menurunkan emisi karbon dan membuat harga kelapa sawit semakin kuat yang ujung-ujungnya menguntungkan petani kelapa sawit dan menyejahterakan masyarakat.

“Saat ini masyarakat yang menggantungkan hidup di industri sawit mencapai 16 juta orang dan sekitar 7 juta orang merupakan petani. Artinya, jika B30 ini terus berjalan dan ditingkatkan, kesejahteraan petani akan terjamin,” ungkapnya.

Paulus mengatakan, tahun lalu produksi FAME di Indonesia sebesar 6,39 juta kiloliter atau setara 40 juta barel atau 51 hari produksi minyak Indonesia. Sementara kapasitas terpasang produksi FAME dari anggota Aprobi sebanyak 12 juta kiloliter yang dihasilkan dari 19 pabrik. Artinya, produksi masih bisa ditingkatkan kurang lebih 6 juta kiloliter lagi untuk memaksimalkan kapasitas yang terpasang.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB

2024 Konsumsi Minyak Sawit Diprediksi Meningkat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:21 WIB
X