SAMARINIDA - Pemerintah menargetkan bulan depan sudah bisa memulai vaksinasi Covid-19 tahap pertama yang melibatkan 9,1 juta orang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta agar pemerintah berhati-hati dalam memilih vaksin.
Ketua Satgas Covid-19 PB IDI Prof dr Zubairi Djoerban SpPD(K) menyatakan dukungan kepada pemerintah dalam menghadapi Covid-19. Apalagi tenaga medis mendapatkan prioritas vaksin. “Saya sampaikan terima kasih atas upaya penyediaan vaksin serta memberi prioritas bagi tenaga medis untuk divaksin,” tuturnya (22/10).
Dia memberikan beberapa saran agar vaksinasi memperoleh hasil optimal. Pertama, ucap dia, persiapan harus sebaik mungkin. “Dalam hal ini, pemilihan jenis vaksin yang disediakan dan pelaksanaannya,” kata Zubairi. Apalagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan agar pemberian vaksin tidak tergesa-gesa.
Seluruh dunia tengah meneliti obat dan vaksin untuk Covid-19. Ada berbagai macam calon vaksin dikembangkan. Ada yang sudah menyelesaikan uji klinis tahap 3. Untuk pemberian vaksin kepada rakyat Indonesia, Zubairi menyarankan agar pemerintah memilih vaksin yang sudah terbukti efektivitasnya.
Syarat lainnya adalah harus teruji dapat menciptakan imunogenitas dan aman. Pembuktiannya dapat dilakukan dari uji klinik tahap 3 dan menuliskan dalam jurnal ilmiah yang dipublikasikan.
Vaksin Covid-19 dari Sinovac menjadi salah satu kandidat yang akan diberikan oleh pemerintah. Menurut Zubairi, hasil uji klinis vaksin dari Sinovac belum dikeluarkan. Sebab, uji klinis tahap 3 baru selesai di Brasil dengan relawan 9.000 orang. “Hasilnya baru akan dikeluarkan segera setelah selesai dilakukan vaksinasi pada 15 ribu relawan,” ungkapnya.
Zubairi ingin pemerintah mencontoh beberapa negara yang berhati-hati dalam memilih vaksin. Menurut dia, negara-negara tersebut sabar menunggu data lebih banyak dari uji klinis tahap 3. Dia menekankan bahwa vaksinasi memang program penting tapi tidak boleh tergesa-gesa.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sangat berperan dalam pencarian vaksin yang aman. Meski badan kesehatan dunia memperbolehkan pembuatan vaksin dipercepat melalui proses Emergency use Authorization (EUA) karena pandemi Covid-19, kehati-hatian merupakan hal utama. “Kami yakin bahwa BPOM akan menjaga kemandirian dan profesionalismenya,” ujarnya.
Selain BPOM, pemerintah perlu mendengar rekomendasi dari Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan Strategic Advisory Group of Experts on Immunization of the World Health Organization (SAGE WHO). Mereka memiliki pengalaman yang baik dalam vaksinasi.
Pedoman pelaksanaan vaksinasi perlu dibuat pemerintah agar pelayanan sama dari satu wilayah dengan yang lain. Perhimpunan profesi kesehatan perlu digandeng. Tak kalah penting adalah pelatihan petugas dalam memberikan vaksin.
Diwawancarai terpisah, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro menekankan dalam mewujudkan kekebalan massal atau herd immunity, keperluan akan vaksin Covid-19 masih ada.
Mengingat, Covid-19 berbeda dengan virus lainn yang bisa selesai dengan herd immunity tanpa vaksin, misalkan malaria. “Tetapi karena Covid-19 ini penyebarannya sangat cepat dan berbahaya bagi orang yang mempunyai penyakit penyerta, maka satu-satunya cara harus ada vaksin supaya kekebalan massal itu terbentuk,” tuturnya.
Bambang menegaskan, vaksin harus mendapatkan izin dari BPOM, sehingga bisa dipastikan vaksin tersebut sudah memenuhi syarat aman dan manjur (safety and efficacy). Aman dalam artian tidak ada efek samping yang serius dan manjur dalam pengertian bahwa sesuai dan cocok untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap Covid-19.
“Masyarakat atau para pengguna vaksin tidak perlu khawatir. Selama vaksinnya sah dan resmi sebagai vaksin Covid-19, siapa pun yang membuat dan apa pun platform-nya, itu mempunyai safety and efficacy yang sudah dijamin,” paparnya.