Terakhir, uji klinis tahap ketiga dilakukan untuk mengonfirmasi temuan pada uji klinis tahap pertama dan kedua, dengan relawan yang lebih banyak dan beragam.
"Setelah uji klinis pada Januari ini selesai. Kami akan melapor ke Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) untuk mendapatkan emergency use authorization (EUA)," kata Honesti.
Sementara itu, Direktur Registrasi Obat BPOM, Lucia Rizka Andalusia, menjelaskan emergency use authorization (EUA) terkait vaksin ini bisa diberikan dalam kondisi darurat. Meski demikian, BPOM tetap punya standar yang harus dipenuhi suatu produk medis sebelum mendapat EUA. Standar ini pun tidak main-main, karena rujukannya adalah WHO.
Dia menjelaskan, EUA bukan merupakan izin edar. Oleh karena itu produk medis yang mendapat EUA, seperti vaksin COVID-19, hanya didistribusikan dan digunakan secara terbatas. EUA juga bisa diberikan karena tidak ada lagi alternatif obat atau terapi yang telah disetujui untuk mengobati penyebab kondisi kedaruratan kesehatan.
"Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Badan POM dalam pemberian emergency use authorization itu dengan pertimbangan risk-benefit. Tentunya harus lebih besar kemanfaatannya dibandingkan risiko," jelas Lucia, kemarin (21/10). (nyc/far/k15)