Jokowi Semakin Berjarak dengan Rakyat

- Rabu, 21 Oktober 2020 | 12:52 WIB
Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo

KEPEMIMPINAN Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin genap setahun sejak dilantik pada 20 Oktober 2019. Mantan gubernur DKI Jakarta itu dinilai semakin berjarak dengan rakyat. Banyak kebijakan pemerintah yang kontroversi dan mendapat penolakan masyarakat. Jokowi pun didesak mengganti para menteri yang kinerjanya buruk.

Ahmad Khoirul Umam, dosen Ilmu Politik dan International Studies, Universitas Paramadina mengatakan, selama setahun kepemimpinannya pada periode kedua, dia menilai, Jokowi semakin berjarak dengan rakyat.

Ada proses komunikasi yang tersumbat antara lingkaran inti presiden dan dinamika sosial-politik di tengah masyarakat. “Tidak ada dialektika yang memadai antara pemerintah dan masyarakat,” terangnya kepada Jawa Pos, (20/10).

Akibatnya, kata dia, sejumlah produk kebijakan publik sering diikuti dengan berbagai kontroversi, baik berskala sedang maupun besar. Hal itu terlihat jelas dari reaksi masyarakat terhadap sikap pemerintah terkait perubahan Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), perumusan UU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), ketidakpuasan publik terkait penanganan pandemi dan penyelamatan ekonomi, serta kontroversi UU Cipta Kerja belakangan ini.

Umam mengatakan, Jokowi seolah tak bergeming menghadapi berbagai tekanan politik publik. Hal itu bisa saja dilatarbelakangi oleh surplus kepercayaan diri Jokowi yang merasa bahwa gerakan sosial yang muncul belakangan ini hanya bersifat temporal, mudah terfragmentasi, dan mudah dijinakkan.

Dalam konteks kontroversi UU KPK, UU HIP, dan UU Cipta Kerja, mungkin saja pemerintah merasa baik-baik saja. Namun, tersumbatnya komunikasi politik antara pemerintah dan masyarakat, akan berimbas pada menumpuknya kekecewaan publik. “Pemerintah harus sadar bahwa investasi kekecewaan publik itu bisa berubah menjadi self-delegitimation yang berdampak pada menurunnya kredibilitas pemerintah itu sendiri,” papar Direktur Eksekutif Romeo-Strategic Research & Consulting (RSRC) itu. 

Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengatakan, komunikasi Jokowi kurang memuaskan. “Saya lihat bahwa pemerintahan Jokowi belum maksimal dalam membangun komunikasi dengan pemda (pemerintah daerah),” beber Hinca dalam pernyataan tertulis, kemarin (20/10). Terutama pada awal masa pandemi. Hinca mempertegas, terdapat perbedaan pendapat serta kebijakan dalam menangani pandemi antara pusat dan daerah.

Hinca menyinggung soal pembahasan UU Cipta Kerja yang menuai polemik sejak dibawa ke pembahasan April lalu. Hingga puncaknya terjadi gelombang protes besar-besaran pada bulan ini. “Komunikasi yang kurang pas juga terjadi tatkala UU Cipta Kerja disahkan bahkan sejak masa pembahasan,” lanjutnya.

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyatakan sepanjang satu tahun masa kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf masih banyak persoalan yang harus dituntaskan. Utamanya di bidang hukum dan hak asasi manusia (HAM). “Realisasi misi Jokowi-Ma’ruf jauh panggang dari api,” ungkap dia, kemarin.

Menurut YLBHI, kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah setahun belakangan tidak memperkuat penegakan hukum dan HAM, malahan menunjukkan adanya upaya pelemahan penegakan hukum dan HAM. Hal itu ditunjukkan lewat beberapa revisi UU. Salah satunya, persetujuan revisi UU KPK yang saat ini tidak menunjukkan adanya peningkatan kinerja KPK.

Sementara itu, peringatan satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin diwarnai aksi unjuk rasa. Ribuan mahasiswa membanjiri kawasan Patung Kuda di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, kemarin. Aksi itu sebagai bentuk kekecewaan pada masa setahun kepemimpinan keduanya. Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia menilai pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin gagal mengelola negara dalam kepemimpinan satu tahun ini.

Dalam orasinya, Koordinator Aliansi BEM Seluruh Indonesia Remy Hastian menyebut, dalam satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, Indonesia layaknya negeri dongeng. Banyak aturan yang dibuat kejar tayang. Bahkan jelas merugikan masyarakat.

Teranyar, UU Cipta Kerja. Menurut dia, pada masa pandemi, pemerintah harusnya fokus menangani Covid-19 bukan malah bermanuver mengesahkan UU Cipta Kerja. Di mana, jelas-jelas banyak pasal yang dinilai bakal merugikan rakyat dan cacat prosedural.

Karena itu, BEM SI meminta agar presiden segera mencabut UU Ciptaker melalui pembuatan peraturan pengganti perundang-undangan (perppu). Presiden diberi waktu sampai 28 Oktober 2020. Bila tidak, mahasiswa mengancam akan membuat kegentingan nasional. (lum/deb/JPG/rom/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X