JAKARTA - Intensitas pelaporan terhadap penyelenggara dan pengawas pilkada terus meningkat seiring semakin jauhnya tahapan berjalan. Hingga memasuki pekan ketiga kampanye, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sudah menerima ratusan perkara.
"Pemeriksaan mulai naik setelah penetapan paslon," ujar anggota DKPP Ida Budhiati dalam webinar pencegahan pelanggaran etika, Senin (19/10).
Ida mengatakan, hingga kemarin, sudah ada 237 laporan dugaan pelanggaran etik yang masuk sepanjang tahapan. Dari jumlah tersebut, yang paling banyak dilaporkan adalah dugaan tidak profesional dan tidak mandirinya penyelenggara/pengawas. Yakni masing-masing 158 dan 23 kasus.
Umumnya, lanjut dia, sebagian besar kasus didominasi penyelenggara. Namun, ada juga yang mempersoalkan pengawas Bawaslu. Khususnya terkait akuntabilitas pertanggungjawaban dalam tugas pengawasan dan adjudikasi. "Bahkan ada yang menuduh dalam penyelesaian sengketa, memihak pada paslon tertentu," imbuhnya. Berbagai laporan tersebut, lanjut dia, sudah dan akan ditangani DKPP untuk membuktikan kebenaran atas tuduhan tersebut.
Perempuan yang pernah menjabat komisioner KPU RI itu mengingatkan penyelenggara untuk bekerja secara lurus. Apalagi, pilkada digelar dalam situasi yang tak biasa sehingga berpotensi memunculkan persoalan yang berbeda. "Tantangan berbeda dengan pilkada di situasi normal," tuturnya.
Sementara itu, Komisioner KPU RI Hasyim Asy'ari mengingatkan jajarannya untuk menjalankan kerja kelembagaan dengan integritas. Dalam praktiknya, integritas penyelenggara harus diimplementasikan dengan pelaksanaan semua tahapan pilkada yang sesuai ketentuan.
"Apa kata peraturan perundang-undangan, itulah yang dilaksanakan di lapangan," tegasnya. Dia mengingatkan, penyelenggara dilarang menjalankan tahapan dengan kreasi masing-masing. Terlebih bekerja melampaui kewenangan dan tidak sesuai aturan. Jika itu terjadi, maka ada konsekuensi hukum dan etik yang harus diterima.
Salah satu upaya untuk memastikan pekerjaan sesuai dengan aturan, Hasyim meminta penyelenggara perbanyak membaca. Khususnya membaca aturan UU dan peraturan KPU yang menjadi pedoman teknis. "Supaya kita bekerja sesuai tugas dan wewenang yang diberi UU," imbuhnya.
Selain bekerja dengan integritas dan akuntabilitas, pria asal Jawa Tengah itu juga mengingatkan pentingnya transparansi. Sejauh ini, sudah banyak sistem informasi yang dibangun KPU. Seperti Sistem Informasi Pencalonan (Silon), Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) dan sebagainya. Hasyim meminta instrumen tersebut dimaksimalkan. Dokumen yang diperbolehkan dibuka, maka tidak perlu ditutupi.
Terakhir, Hasyim meminta jajarannya untuk terus bekerja secara adil dan menerapkan perlakuan yang sama. Baik kepada pemilih maupun peserta. "Perlakuan setara menjadi sesuatu yang penting," ujarnya. (far/jpg/far/k15)