Mencari Tuhan di Urat Nadi

- Senin, 19 Oktober 2020 | 17:17 WIB

Buku kumpulan puisi berjudul Aksara Zaman ini ditulis Muhammad Huseni Labib. Penulis muda Kaltim kelahiran Lamongan 18 Januari yang merupakan ayah empat anak itu aktif sebagai anggota komunitas Jaring Penulis Kaltim. Labib, panggilannya, juga salah seorang pencetus forum Kopi Tubruk 4/4 sebagai komunitas bagi masyarakat yang bertemu secara periodik dan membicarakan banyak hal termasuk sastra dan ide literasi. Aksara Zaman adalah buku kumpulan puisinya yang kedua setelah Ziarah Cinta.

Setiap akhiran puisi tertera tanggal dan tempat Huseni Labib menorehkan catatan pencarian dalam larik setiap puisinya. Buku kumpulan puisi ini tepat dibaca sebagai bahan renungan diri dalam pasang surut pencarian arti hidup, menjadi penguat dan pengingat, bahwa Tuhan itu selalu dekat. Lekat dalam setiap napas, tidak pernah jauh. Memiliki tema sufistik yang mulai berkembang, buku kumpulan puisi ini memberi ide dan inspirasi bagi pembacanya untuk meluaskan pencarian makna ketuhanan.

-

Kegaduhan dalam kalbu seorang hamba untuk menemukan Tuhan berada, kumpulan puisi Huseni Labib ini menerangkan dengan benderang perjalanan dalam gema pencarian makna. Tuhan ditemukan dalam berbagai kelok dan tikungan kehidupannya, Huseni Labib menciptakan ruang pengertian akan Tuhan yang mengalir lengkap dalam manis maupun getir.

Puisi-puisi Labib menjelajah jauh dalam berbagai topik dengan Tuhan sebagai muara. Dia diingatkan dalam napas kehidupan berpolitik yang bergurat kepentingan, dalam kehidupan percintaan yang kental mabuk dan gabut, maupun dalam mesranya perenungan sendiri. Puisi-puisi di dalam bab Kupetik Buah Tin mewakili puisi yang bertemakan penemuan Tuhan dalam perenungan kalbu.

Pada bab Khotbah Jalanan, Huseni Labib menuliskan lariknya tentang pergulatan manusia sebagai makhluk sosial, bertarung dalam kepentingan, saat ulah manusia menjejalkan pendapat maupun saat bersantai dalam niaga. Titip Salam adalah bab yang berisi keributan hati yang jatuh hati, rindu, dan patah asa. Kemabukan seorang pencinta yang diombang-ambing maupun yang telah tenang dengan berhentinya kapal penantian di tujuannya.

Puisi-puisi dalam bab Titip Salam menggambarkan sosok manis seorang pencinta, yang kadang rindu sampai lebay dan galau, atau seorang lelaki yang jatuh hati tapi tak sampai cintanya di tujuan. Puisi dengan judul Cinta, Aku Masih di Sini menggambarkan perjuangan hati menanggung rasa apapun yang dipersyaratkan cinta, yaitu menunggu.

Ungkapan khas merayu lainnya dapat dilihat di bab 3 dengan judul-judul puisi Membaca Wajahmu, Filsafat Cinta, Kasmaran, Perempuanku, Bisikan Malam, Senyum dari Timur, dan Tepi Sungai Segah, berisi pengakuan seorang lelaki terhadap cinta yang panas dan penuh berahi.

Puisi-puisi Huseni Labib adalah puisi prosais yang ditulis dalam bentuk paragraf dan tidak dalam bentuk baris sebagaimana puisi. Huseni Labib menuliskan hampir seluruh puisinya dalam bentuk prosais kecuali Malam (1), Keyakinan Abadi, Suara Emperan, Cinta Aku Masih di Sini, Tepi Sungai Segah, dan Titip Salam yang dituliskan dalam larik puisi biasa. Puisi Sepertiga Firaun ditulis dengan larik tersina dalam tiga baris dalam setiap baitnya.

Konsistensi, perlukah?

Terlepas dari keterpaduan secara tematik yang dileburkan dalam buku puisinya, Labib mencoba meninggikan proses berkata dalam makna agar menjadi lembut dan tak terasa pedihnya. Beberapa puisinya sangat dalam maknanya, bentuk pasrah dan penghambaan sepenuh hati tapi beberapa yang lain berisi rayuan gombal.

Memang, pada akhirnya sebuah percampuran tematik seperti ini menunjukkan keluasan penulis mengungkapkan manusia dalam bentuknya yang hakiki, bukan melulu malaikat, bukan pula melulu setan. Dua sisi isi kepala dan hati berpadu sebagai pikiran tinggi manusia berpadu dengan nafsu yang menguasai pikiran rendah manusia.

Sebagai sebuah dinamika, Labib berhasil memberi pembaca kedalaman arti pencarian Tuhan yang sebenarnya sangat dekat. Dangkal tapi tak terlihat oleh manusia. Labib ingin mengungkapkan makna perjalanan pencarian pada sesuatu yang dekat, di urat nadi. Tuhan ada di sini, di pikiran kita yang jauh, di pikiran kita yang dekat. Sesuai dengan prasangka kita pada-Nya. (**)

-

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X