Lembaga Penyiaran Semakin Tidak Terkontrol

- Senin, 19 Oktober 2020 | 16:48 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA—UU Cipta Kerja (Ciptaker) menghapus banyak item dari UU 32 nomor 2002 tentang penyiaran. Termasuk soal perizinan. Hal ini dinilai membuat pendirian media semakin tidak terkendali.

Dalam UU nomor 32 tahun 2002 Pasal 33 disebutkan bahwa lembaga penyiaran wajib memperoleh ijin usaha. Dalam ayat-ayatnya disebutkan bahwa pemohon wajib mencantumkan nama, visi, misi dan format siaran yang akan diselenggarakan. Selain itu dalam ayat 3 pasal 33 disebutkan bahwa siaran harus disesuaikan berdasarkan minat, kepentingan dan kenyamanan publik.

Dalam UU Ciptaker, pengusaha cukup mengantongi izin penyiaran dari pemerintah pusat saja. Sementara ketentuan perizinan lebih lanjut diatur oleh peraturan pemerintah. Otomatis, pertimbangan akan visi, misi, format siaran dan kepentingan publik terhapus.

Pengamat Media dari Universitas Padjajaran Bandung Eni Maryani mengungkapkan bahwa hilangnya unsur partisipasi dan pengawasan publik dalam UU Ciptaker bisa membuat siapapun dengan modal yang kuat untuk mendirikan media dengan konten apa saja sesuka hati.

Padahal menurutnya, perusahaan media memiliki praktek yang berbeda dengan industri lainnya. “Ini kan menyangkut ideologi, visi misi media itu apa, nanti isinya bagaimana kan harus ditanyakan dulu. Media itu prinsip pekerjaannya beda. Tidak sama dengan ijin mendirikan pabrik tahu,” kata Eni pada Jawa Pos.

Dalam UU Ciptaker, Eni menyebut tidak ada batasan soal visi misi media tersebut serta format siaran yang akan dilakukan. Sehingga semakin menjauhkan harapan masyarakat untuk mendapatkan konten yang mendidik dan mempromosikan hal-hal yang penting dan mencerdaskan seperti keragaman dan konten-konten lokal.

Selain itu kata Eni ada ketentuan pasal 34 UU 32/2002 yang menyatakan bahwa lama izin maksimal bagi lembaga penyiaran adalah 10 tahun bagi televisi dan 5 tahun bagi stasiun radio. Kedua batasan ini dihapuskan. Sehingga sekali mengantongi izin, pemilik lembaga penyiaran bisa terus melakukan siaran tanpa batasan waktu. “Selain itu juga tidak ada lagi kemungkinan pencabutan izin siaran,” katanya.

Pasal 34 yang dihapus juga soal larangan memindah tangankan izin penyiaran pada pihak lain juga dihapuskan. Ini kata Eni juga dikhawatirkan untuk disalahgunakan sehingga perusahaan media bisa diperjual belikan dan dipindah tangankan dengan bebas.

Dampak dari penghapusan ini kata Eni diantaranya akan menimbulkan praktek pengambil alihan lembaga penyiaran lokal oleh media-media nasional ”Jadi tidak ada kontrol akan kepemilikan, ideologi visi misi dan sebagainya,” pungkas Eni.(tau)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X