Wait and See Pajak Nol Persen, Pelaku Industri dan Konsumen Nanti Wacana Relaksasi

- Senin, 19 Oktober 2020 | 15:56 WIB

Industri otomotif menjadi salah satu sektor yang terpukul akibat pandemi Covid-19. Atas dasar itu, Kementerian Perindustrian mengajukan wacana relaksasi pajak mobil baru kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri. Kalangan industri pun masih wait and see terhadap kebijakan tersebut.

 

JAKARTA- Publik dan kalangan industri hingga kini masih harap-harap cemas menantikan jawaban atas wacana relaksasi pajak mobil baru. Sebab, kebijakan tersebut diharapkan bisa mempercepat pemulihan ekonomi khususnya bagi sektor industri otomotif yang kinerjanya masih tertekan.

 Atas wacana tersebut, Pengamat Pajak Bawono Kristiaji memandang, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan pemerintah. Pertama, sejauh mana insentif pada sektor otomotif tersebut akan memberikan efek pengganda bagi ekonomi secara umum. Kedua, pertimbangan timing pemberian insentif tersebut apakah sudah tepat atau belum. 

“Pasalnya, dalam kondisi di mana ekspekatasi ekonomi ke depan belum terlalu pasti dan positif, bisa jadi konsumen masih belum tergerak untuk melakukan pembelian kendaraan bermotor,” ujarnya kepada Jawa Pos, (18/10). 

Ketiga, perlu dipertimbangkan juga bagaimana implikasi kebijakan tersebut bagi secondary market (pasar kendaraan bermotor bekas). ”Terakhir, desain yg adil dan tepat semisal membedakan antara insentif bagi kendaraan CKD dan CBU. Pembedaan insentif tersebut semisal yang dilakukan oleh Malaysia,” jelas pria yang juga menjabat sebagai Partner of Tax Research & Training Services dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC).

 Terakhir, Bawono juga menggarisbawahi perlunya suatu prinsip kehati-hatian dalam rangka menjamin kesinambungan fiskal di masa mendatang. ”Terutama jika kita mengingat bahwa bahkan di masa saat ini, pemerintah juga perlu mewaspadai lemahnya sisi penerimaan negara,” jelasnya.

 Seperti diketahui, pajak untuk mobil baru yang dipungut pemerintah pusat adalah PPN (pajak pertambahan nilai), PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah), dan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) dalam hal tertentu. 

Adapun pajak dan biaya administrasi yang dikenakan daerah BBN (biaya balik nama) Kendaraan Bermotor dan PKB (pajak kendaraan bermotor). Pemerintah pusat pun tak bisa mengintervensi pemerintah daerah soal penarikan BBN dan PKB. 

Pemerintah pusat pun tentu tak bisa gegabah dalam memutuskan kebijakan. Kemenkeu mencatat, penerimaan pajak hingga 31 Agustus 2020 baru mencapai Rp 676,9 triliun atau 56,9 persen dari target di Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020. Penerimaan pajak tersebut terkontraksi 15,6 persen apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Hampir seluruh jenis pajak utama mengalami kontraksi pada Januari-Agustus 2020 yang disebabkan oleh perlambatan kegiatan ekonomi akibat Covid-19 dan pemanfaatan insentif fiskal dalam rangka pemulihan ekonomi nasional

Terpisah, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier mengatakan, dalam kondisi pandemi Covid-19, setidaknya ada tiga variabel kuat yang dapat dianalisis. Di antaranya yakni pabrik otomotif tutup dan banyak melakukan konversi pada produk lain seperti masker dan ventilator. Kemudian, adanya disrupsi global supply chain, dan melemahnya permintaan. 

“Untuk sektor produsennya, kami memberikan IOMKI dan berbagai stimulus pajak usaha, sedangkan untuk demand kami usulkan keringanan pajak PPnBM yang bersifat mendesak kepada Kementerian Keuangan,” tuturnya.

 Kemenperin telah mengajukan relaksasi sejumlah pajak untuk mendukung keringanan pembelian kendaraan, antara lain pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil baru sebesar 0 persen, PPN, serta pajak daerah yang mencakup bea balik nama (BBN), pajak kendaraan bermotor (PKB), dan pajak progresif. 

Taufiek berharap agar krisis Covid-19 ini hanya berdampak sementara dan dapat diselesaikan dengan insentif fiskal, mengingat penentu pemulihan ada pada sisi permintaan. “Relaksasi pajak ini paling tidak memberikan upaya baru membuka demand yang selanjutnya dapat meningkatkan utilisasi industri,” ujarnya. 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

BPJS Ketenagakerjaan Perkuat Kerja Sama dengan SRC

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:49 WIB

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB
X