Dr Sri Margana, anggota Committee for Colonial Objects Repatriation, mengatakan bahwa pengembalian barang-barang Indonesia yang sudah masuk di berbagai museum Belanda sangatlah susah. ’’Meski barang-barang yang disodorkan itu bukan barang yang dipajang untuk koleksi,’’ kata Margana yang terlibat dalam pemulangan keris Kiai Nogo Siluman milik Diponegoro.
Dosen Ilmu Sejarah FIB Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, itu menambahkan, kedua pihak, Indonesia dan Belanda, sama-sama memiliki tim. Jadi, negosiasi barang mana yang dikembalikan ke Indonesia atau tetap di Belanda pasti alot. ’’Bukan pemerintahnya yang ngotot mempertahankan, melainkan kurator museum itu,’’ ucap Margana.
Direktur Pelindungan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Fitra Arda mengakui, jumlah benda budaya Indonesia cukup banyak di luar negeri. Sayang, belum diketahui secara pasti berapa total keseluruhan dan tersebar di negara mana saja.
Diperkirakan, paling banyak berada di Belanda. ’’Ini karena sejarah kolonialisme Belanda di Indonesia yang terhitung lama,’’ katanya kepada Jawa Pos. Salah satunya yang tengah ramai menjadi perbincangan adalah berlian Banjarmasin.
Sejarawan Bonnie Triyana memperkirakan berlian yang konon bernilai miliaran rupiah itu baru bisa dipulangkan dalam satu–dua tahun. ’’Berlian Banjarmasin itu hasil ekspedisi militer Belanda saat menyerang keraton Kesultanan Banjarmasin,’’ katanya kepada Jawa Pos.
Bonnie menjelaskan, penelitian atas suatu barang bersejarah yang akan dikembalikan harus detail. Tujuannya, memastikan bahwa barang itu benarbenar diambil secara paksa atau dijarah/dicuri. ’’Kalau itu benda pemberian atau hadiah, masak kita tarik lagi,’’ ujarnya. Jos van Beurden, peneliti independen yang memfokuskan diri pada perkara restitusi sejak 1990-an, memuji rilis komite bentukan pemerintah Belanda tadi.