Perihal perawatan, Gunawan menyebutkan bahwa keris yang mengandung unsur logam seperti besi, emas, perak, dan perunggu harus memperhatikan betul soal kondisi penyimpanannya. ’’Jangan sampai terlalu lembap. Suhu dan kelembapan di Indonesia cukup tinggi ya,’’ tuturnya. Karena itu, perawatan berkala dilakukan tim konservasi yang paham betul akan ilmu kimiawi dan bisa merawat benda museum. ’’Kita tidak pakai ritual ya. Jadi, dirawat secara ilmiah,’’ ucap pria berusia 46 tahun itu.
Penyimpanan juga dilakukan dengan prosedur berlapis. Tidak semua bisa buka. Jika tidak ada event juga sulit dilihat. ’’Seperti halnya di Istana Bogor saat penyerahan resmi. Satu malam diinapkan di sana (istana), lalu dikembalikan ke sini (Museum Nasional),’’ ujarnya.
Sayang, tidak lama setelah momen pengembalian keris Diponegoro itu ke Indonesia, Covid-19 merebak di tanah air dan dunia. Hal itu membuat tidak banyak event yang bisa diadakan untuk memamerkan keris tersebut. Padahal, animo masyarakat untuk melihat keris secara langsung cukup bagus. Rencananya, pada akhir Oktober ini, Museum Nasional me-launching pameran barang kepemilikan Pangeran Diponegoro. Selain keris, terdapat benda bersejarah lainnya. Di antaranya, tombak Kiai Rondhan, keris Kiai Nogo Siluman, pelana kuda Kiai Gentayu, dan payung peninggalan. ’’Tapi, untuk payung, kondisinya tidak bisa dibuka. Bahannya organik, mengandung unsur kertas. Jadi, khawatir cepat rapuh,’’ tutur Gunawan.
Sejauh ini, sedikitnya terdapat 193 ribu koleksi di Museum Nasional. Termasuk pengembalian 1.500 benda bersejarah dari Museum Nusantara di Delft, Belanda. ’’Kan latar belakang museum mereka mengalami kebangkrutan ya. Pembiayaannya sulit. Sebanyak 1.500 benda itu nanti kami pamerkan juga dengan tema yang lain,’’ ujarnya. (raf/c19/ttg)