Fenomena peningkatan kotak kosong manjadi bagian yang tidak terhindarkan dalam kontekstasi pemilihan kepala daerah (pilkada). Menjadi inisiasi webinar yang mengusung tema Pilkada dan Kotak Kosong: Sebuah Keniscayaan Pemilihan di Era Covid-19.
SAMARINDA – Untuk medukung diskursus tersebut, beberapa narasumber yang memiliki kapsitas dan kompetensi sangat dibutuhkan dalam mengurai fenomena yang diangkat dalam kegiatan webinar.
Hasyim Asy’ari selaku komisioner KPU RI, Mochammad Afifuddin dari Bawaslu RI, Jauchar Berlin selaku akedemisi Ilmu Pemerintahan FISIP Unmul, Andi Luhur Prianto sebagai akademisi Ilmu Pemerintahan Unismuh Makassar, Abdul Hamid selaku kepala Lab Ilmu pemerintahan FISIP Untirta Banten, dan moderator Iman Surya sekaligus ketua prodi Ilmu Pemerintahan FISIP Unmul. Kegiatan berlangsung dengan atmosfer peserta yang sangat tinggi, menembus angka 400 peserta, baik yang tergabung dalam aplikasi Zoom maupun di YouTube.
Afifuddin menuturkan, beberapa poin penting penyebab lahirnya fenomena kotak kosong secara sporadis. Pertama, sikap pragmatis masyarakat dan kaderisasi parpol serta mahar politik yg semakin tinggi, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kemunculan kotak kosong. Kedua, ada budaya yang menstruktur dalam proses pemilu melibatkan paragmatisme pemilih dan peserta pemilu, kemudian menimbulkan krisis kualitas para pemimpin yang lahir dari proses pemilu, yang kemudian berkontribusi negatif secara berkelanjutan pada pemilu yang terjadi. Bahkan yang akan mendatang. “Itu kemudian salah satu penyumbang meningkatnya fenomena kotak kosong yang meski secara regulatif sah, tapi akan bertentangan dengan substansi demokrasi,” ungkapnya.
Ketiga, ada aktor yang bermain dalam struktur formal dan informal, kemudian melahirkan politik kompromi yang sebenarnya tidak terdeksi publik, dan hal itu menyebabkan ketidakseimbangan antara kepentingan publik dan para penguasa. Sering kali mengorbankan kepentingan publik, serta mendominasi kebijan yang tidak pro-masyarakat.
Keempat, ada pula fenomena oligarki yang semakin meningkat dan masif dalam pemilu. Oligarki atau elite politik untuk mempertahankan ekonominya melalui pengaruh kebijakan, bahkan mulai masuk pada kontestasi politik yang semakin memperbesar ketimpangan, antara kualitas parpol karena semakin pragmatik.
Kemudian akhirnya politik uang masih menjadi dimensi utama yang mewarnai proses pemilu saat ini, termasuk meningkatnya fenomena kotak kosong. Dengan kondisi partai politik masih terkesan sentralistik dan parpol tertutup dalam proses pengusungan calon. Akhirnya melahirkan politik transaksional. Kelemahan selanjutnya ialah secara regulasi, peraturan yang tercipta tidak secara signifikan dapat mengantisipasi fenomena yang selama ini mencederai proses pemilu.
Dari webinar tersebut, melahirkan beberapa rekomendasi, yakni perlu ada regulasi yang mampu melingkupi sistem pengusungan calon kepala daerah di tingkat partai politik. Selanjutnya, dibutuhkan perubahan paradigma baru dalam pemilu yang melibatkan semua unsur, agar fenomena kotak kosong tidak menjadi preseden buruk dalam sistem pemilu di Indonesia. Menghindari biaya politik tinggi dengan membangun edukasi politik pada tataran akar rumput (masyarakat). (dra2/k16)