Perlu kerja lebih keras untuk menggenjot sumber pendapatan daerah dari sektor rumah makan. Potensinya besar, tapi belum dikelola maksimal.
TANA PASER - Pendapatan pajak dari usaha kuliner atau restoran masih sangat rendah. Pasalnya, dari sekian banyak rumah makan, baru tiga yang masuk kelas restoran dan dikenai pajak 10 persen tiap transaksi. Sementara rumah makan lainnya belum.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Paser Afra Nahetha didampingi Sekretaris Wagimin mengatakan, baru Arizona Fried Chicken, Ayam Bakar Wong Solo, dan Kedai Sampan yang dikenai pajak restoran. Sementara rumah makan lainnya hanya pajak bulanan yang dihitung berdasar rata-rata pendapatan. Angkanya bervariasi. Ada yang menyetor Rp 500 ribu. "Memang untuk penarikan pajak restoran ini cukup sulit,” ujar Wagimin belum lama ini.
Belum pahamnya wajib pajak tentang kewajiban pajak restoran menjadi kendala Bapenda dalam menagih. Bahkan timnya perlu waktu berhari-hari untuk mengajari pemilik rumah makan menghitung berapa yang harus dibayarkan per bulan, bagi yang tidak dikenai 10 persen tiap transaksi.
Apalagi selama masa pandemi Covid-19, omzet pengusaha makanan menurun, makin menyulitkan petugas menagih. "Iklimnya agak sulit untuk di kabupaten, berbeda dengan kondisi di kota, masyarakat sudah banyak yang patuh tentang kewajiban pajak usahanya," tutur Wagimin.
Bapenda Paser fokus dalam penagihan 11 jenis pajak yang menjadi pendapatan asli daerah (PAD). Yaitu pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parkir, pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB), pajak air tanah, pajak sarang burung wallet. (jib/ind/k16)