TANJUNG REDEB – PLT Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KB3A) Berau Dahniar Rahmawati menyebut, tahun ini terjadi peningkatan kasus kekerasan seksual dibandingkan tahun lalu.
"Berdasarkan data kami, hingga semester 1, angka kekerasan seksual anak sudah di atas 140 persen dibanding tahun lalu," ujarnya.
Dikatakannya, pada umumnya kasus kekerasan seksual tersebut terjadi pada anak. Adanya peningkatan kasus kekerasan seksual pada anak terjadi awal Januari hingga Maret. Selama memasuki pandemi terjadi penurunan angka hingga Juni lalu.
Dia menjelaskan, faktor penyebab terjadinya peningkatan berdasarkan faktor internal dan eksternal. Adanya kekerasan seksual pada faktor internal yakni keluarga. Ketika keluarga tidak memenuhi hak anak, terutama hak kasih sayang, secara otomatis anak akan keluar mencari hak kasih sayangnya, di situ kemudian sangat berpotensi terjadinya kekerasan seksual kepada anak.
Sementara itu, untuk faktor eksternal, keterbukaan informasi dan kebebasan mengakses internet memudahkan anak untuk membuka konten-konten berbau pornografi atau negatif lainnya. "Dua faktor itu menjadi penyebab utama," sebutnya.
Dibanding kasus-kasus lain, seperti KDRT, penculikan anak, hak asuh anak, kekerasan pada anak, penelantaran, kekerasan saat pacaran, hanya kekerasan seksual yang peningkatannya cukup signifikan. "Meski meningkat, berdasarkan standardisasinya belum cukup dikategorikan tinggi," kuncinya. (kpg/*uga/dra/k16)