Hilirisasi CPO Masih Terbuka

- Jumat, 16 Oktober 2020 | 10:48 WIB
Potensi industri hilir crude palm oil (CPO) di Kaltim masih terbuka lebar. Meski sudah ada perusahaan yang mengembangkan beragam produk turunan, supply tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Bumi Etam masih melimpah.
Potensi industri hilir crude palm oil (CPO) di Kaltim masih terbuka lebar. Meski sudah ada perusahaan yang mengembangkan beragam produk turunan, supply tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Bumi Etam masih melimpah.

Potensi industri hilir crude palm oil (CPO) di Kaltim masih terbuka lebar. Meski sudah ada perusahaan yang mengembangkan beragam produk turunan, supply tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Bumi Etam masih melimpah.

 

SAMARINDA–Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Kaltim Tutuk SH Cahyono mengatakan, Kalimantan merupakan sentra penghasil sawit terbesar setelah Sumatra. Luas lahannya mencapai 5,7 juta hektare (ha) dengan produksi TBS mencapai 15,3 juta ton per tahun. Kaltim menjadi salah satu yang punya kontribusi besar, dengan luas areal 1,10 juta ha dan produksi TBS sebesar 13,16 juta ton. Sementara produksi PO Bumi Etam sebesar 3,16 juta ton per tahun.

“Dengan potensi yang sangat besar dari sisi lahan dan produksi, industri hilirisasi CPO di Kaltim masih sangat terbuka dan memiliki tantangan yang besar,” katanya, (14/10). Apalagi Perda Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan Pasal 43 Ayat 3 menyebutkan, perusahaan perkebunan wajib membangun industri hilir paling lambat 7 tahun sejak perda ditetapkan.

Tutuk mengungkapkan, pada 2017–2019 volume ekspor CPO Kaltim meningkat. Namun, sepanjang tahun ini tertekan seiring melimpahnya supply dunia. Selain itu, investasi di CPO relatif stagnan sejak 2018. Perlu didorong untuk investasi industri hilir atau olahan CPO meski pihaknya mengakui sektor ini juga sudah cukup berkembang.

“Saat ini sudah terdapat industri di Kaltim yang telah mengolah produk turunan CPO berupa olein atau minyak goreng, biofuel atau biodiesel, palm fatty acid distillate (PFAD), serta stearin (bahan margarin),” ungkapnya.

Seperti yang dilakukan Kutai Refinery Nusantara dengan produk turunan minyak goreng dan biofuel. Kutai Refinery Nusantara berencana menambah kapasitas biodiesel mencapai 419.540 kilo liter per tahun pada 2021 dengan total investasi mencapai USD 32 juta. Pangsa kapasitas tersebut mencapai 33 persen terhadap produksi biodiesel Kalimantan dan 3,48 persen terhadap produksi biodiesel nasional.

Selanjutnya, ada perusahaan Kalimantan Agro Nusantara yang melakukan pengapalan perdana sebanyak 2.001,73 ton CPO hasil produksi perusahaan di Pelabuhan Maloy Batuta yang dikirim untuk memenuhi kebutuhan PT Kutai Refinery Nusantara. Saat ini, pabrik tengah melakukan performance test untuk pengolahan berkelanjutan selama 20 jam dengan target pengolahan 600 ton per hari.

Lalu ada juga Louis Dreyfus Company berlokasi di Balikpapan-PPU dengan produksi meliputi CPO, olein (minyak goreng), PFAD, dan stearin (fraksi padat) dengan kapasitas kurang lebih 1.700 ton per hari. Negara tujuan utama ekspor adalah Tiongkok, Pakistan, Filipina, Afrika, dan Eropa.

Ada juga Energi Unggul Persada Pabrik pengolahan CPO yang diresmikan pada November 2019. Pada akhir tahun ini, pabrik pengolahan CPO berkapasitas 60 ribu dead weight tonnage (DWT) ini direncanakan memproduksi minyak goreng, dan biodiesel dengan nilai investasi diperkirakan mencapai Rp 3 triliun, dan diestimasi mampu menyerap 350 tenaga kerja.

“Sudah ada beberapa perusahaan yang berkembang, namun melihat luasnya lahan sawit, potensi pengembangan industri olahan CPO masih berpotensi dikembangkan di Kaltim,” pungkasnya. (ctr/ndu/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X