Ayo Peduli Mental Anak dan Remaja

- Selasa, 13 Oktober 2020 | 13:02 WIB
ilustrasi
ilustrasi

KIAN tahun, masyarakat khususnya di Balikpapan mulai memerhatikan pola hidup yang tidak hanya sehat fisik, tapi juga mental. “Ini yang saya lihat dari tempat saya praktik, mereka sudah mulai menyadari,” ujar Patria Rahmawaty, psikolog klinis Siloam Hospitals Balikpapan.

Terlihat dari animo pasien ke tempat praktik. Misal ketika susah tidur atau sering pusing. Tidak hanya mencari jawaban secara medis, namun juga ke psikolog. Tidak juga dari rujukan dokter, namun ada pula yang secara inisiatif mengunjungi klinik kejiwaan.

Psikolog yang biasa disapa Rahma itu mengungkapkan jika pasien yang datang tidak hanya usia dewasa. Anak-anak dan remaja bahkan berani konsultasi. Ada pula yang tanpa diminta orangtua, datang secara sadar dan merasa ada yang tak nyaman dengan kondisi diri.

“Anak usia SMA misalnya tertekan pelajaran, jadi objek bully. Mereka sadar kalau butuh bantuan orang lain yang dianggap kompeten secara keilmuan,” ujar Rahma. Dia menyebutkan pula jika di lingkungan sekolah, memang sudah ada fasilitas layanan bimbingan konseling (BK).

Hal itu yang menurut dia turut meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya sehat mental. Selain itu, ada program konselor sebaya. Setiap orang juga berhak mengakses layanan kesehatan mental.

“Dulu di Balikpapan itu masih dianggap kalau ke rumah sakit jiwa atau ke psikolog dan psikiater itu sakit jiwa. Saya juga pernah bekerja di salah satu rumah sakit jiwa di Jawa Tengah, mereka berasumsi kalau ke psikiater atau psikolog itu wong edan,” ungkapnya.

Sekarang hal itu sudah bergeser. Psikolog tidak sekadar mengenai kesehatan mental, misal mengenai penanganan anak kebutuhan khusus. “Mereka sudah mulai paham, ke mana harus cari pertolongan,” imbuh akademisi Politeknik Negeri Balikpapan itu.

Memang tidak mudah. Khusus pasien anak dan remaja, sebagian besar masalahnya yakni relasi interpersonal dan pencarian jati diri. Rahma mengatakan, pihaknya membantu membuka wawasan berpikir. Keputusan bukan dari dia, melainkan si pasien.

Diakui jika cukup banyak pasien remaja yang datang kepadanya. Termasuk yang memang diminta orangtua untuk datang. Dia menyebut, kondisi gangguan didasari pada dua hal. Faktor internal dan eksternal.

Diceritakan jika dua Minggu lalu, Rahma kedatangan pasien konsultasi anak. “Kelas 6 SD. Si anak yang memang minta dan merasa butuh bantuan psikolog. Nah, bersyukur jika orangtuanya paham. Ada juga orangtua yang tidak paham,” ungkapnya.

Itulah yang menurut Rahma menjadi “pekerjaan rumah” bagi para psikolog. Bagaimana edukasi terhadap orangtua terkait kondisi anak. Khususnya yang terkait kesehatan jiwa. Dia mengatakan jika tingkat kesadaran terhadap kondisi mental tidak berdasar status pendidikan atau sosial.

“Tapi dari bagaimana cara pandang terkait pola hidup sehat, baik sehat fisik maupun mental. Ada kok orangtua yang dari latar belakang biasa, tapi begitu peduli dengan kesehatan mental,” bebernya.

Terkait bagaimana kondisi kesehatan jiwa anak dan remaja. Dia menyebutkan jika sekolah maupun instansi sudah cukup peduli terkait hal itu. Adanya layanan BK, kemudian menginformasikan ke orangtua murid bagaimana kondisi anak di sekolah.

Didukung pula bagaimana layanan edukasi terkait kesehatan mental secara umum di masyarakat pun sudah ada. “Dalam satu hingga dua tahun ini semakin pesat. Sudah banyak pula biro-biro psikologi yang dibuka, instansi pemerintahan juga menyediakan layanan konsultasi,” tuturnya. (rdm/ndu/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Raffi-Nagita Dikabarkan Adopsi Bayi Perempuan

Senin, 15 April 2024 | 11:55 WIB

Dapat Pertolongan saat Cium Ka’bah

Senin, 15 April 2024 | 09:07 WIB

Emir Mahira Favoritkan Sambal Goreng Ati

Sabtu, 13 April 2024 | 13:35 WIB
X