Budi Daya Sekaligus Melawan Pengepul

- Senin, 12 Oktober 2020 | 11:16 WIB
Nelayan kepiting di Balikpapan.
Nelayan kepiting di Balikpapan.

Layaknya pegawai negeri, kelompok nelayan ini pun turut menikmati gaji ke-13. Sesuatu yang sulit ditemui di kehidupan nelayan saat ini.

 

MUHAMMAD RIZKI, Balikpapan

TAK sekadar mengembangkan budi daya kepiting soka dengan tiga rupa, kelompok nelayan ini juga mengusung misi melawan pengepul. Yang selama ini dianggap kurang berpihak terhadap kesejahteraan para penjala. Di komunitas ini, 14 nelayan terikat kontrak. Layaknya karyawan yang bekerja di perusahaan berbadan hukum. Kontrak berdurasi enam bulan.

Perjanjian secara tertulis itu membuat nelayan mendapat kepastian. Mulai sisi penjualan, pemasaran, hingga pendapatan. Dari sisi penjualan, misalnya. Sejak kontrak ditandatangani hingga enam bulan ke depan, tangkapan kepiting nelayan dibeli seharga Rp 27.500 per kilogram. Terobosan ini dinilai menguntungkan nelayan. Karena volume tangkapan kepiting yang tidak menentu dari hari ke hari.

Harga tersebut dinilai jauh di atas harga rata-rata yang dibanderol tengkulak kepada nelayan di Balikpapan. Yakni, sekitar Rp 20–25 ribu per kilogramnya. Selain kepastian harga, kontrak ini berdampak positif pada kualitas kepiting yang dibudi daya. Sebab, modus nelayan sebelum dikontrak sebelumnya, kerap menjual kepiting dengan kualitas “A” ke tengkulak. Lalu menjual kualitas “B” ke kelompok nelayan ini.

Nelayan yang terikat kontrak di komunitas ini juga mendapat tambahan penghasilan. Bonus dibagi pada akhir tahun. Sesuatu yang sulit ditemui di kehidupan nelayan saat ini. Patra Bahari Mandiri. Demikian nama kelompok nelayan ini yang berlokasi di Jalan Manuntung, RT 03, Salak Oseng, Kelurahan Kariangau, Kecamatan Balikpapan Barat.

Usia kelompok nelayan ini baru seumur jagung. Berdiri pada 2017. Setahun kemudian (2018), nelayan mendapatkan pendampingan dari Pertamina (Persero) lewat program tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR. Sebanyak 14 nelayan Patra Bahari Mandiri fokus pada budi daya kepiting soka. Dikelilingi panorama hutan mangrove pesisir Teluk Balikpapan, budi daya kepiting soka ini terhampar di atas lahan tambak seluas 2 hektare.

Rustam, Ketua Kelompok Nelayan Patra Bahari Mandiri menuturkan, sebelum Pertamina (Persero) memberikan pendampingan lewat program CSR, nelayan di Salak Oseng sudah menggeluti budi daya kepiting soka. “Skala kecil. Dengan cara yang itu-itu saja. Tangkap, jual, tangkap, jual. Sehingga yang sukses bukan dia (nelayan), tapi pengepul. Salahnya di teknik,” beber Rustam kepada Kaltim Post, Jumat (25/9) lalu.

Sebelum mengomandoi Patra Bahari Mandiri, Rustam bertahun-tahun mencari nafkah sebagai nelayan di Kabupaten Paser, Kaltim. “Sesukses-suksesnya di kampung orang, lebih baik di kampung sendiri,” kata Rustam perihal keputusan dirinya yang kembali ke Balikpapan. Menurut dia, akibat nelayan hanya menangkap, lalu menjual, maka tidak ada nilai tambah yang didapat nelayan.

“Bahkan tidak jarang, nelayan berutang ke nelayan untuk melaut. Jadi uang yang mereka dapat, habis hari itu juga. Padahal, jika dicermati, nelayan yang punya barang, mereka harusnya memiliki nilai tawar. Karena yang lebih butuh tentu tengkulak, ataupun pengusaha kuliner,” bebernya.

Dalam sebulan, rata-rata produksi budi daya kepiting soka kelompok nelayan Patra Bahari Mandiri yang sudah berjalan dua tahun terakhir sekira 500 kilogram. Volume tersebut disokong lewat tiga cara budi daya kepiting soka yang dikembangkan.

Yakni tradisional (alami), semi-tradisional, dan modern. Cara tradisional, berarti Rustam dan anggota nelayan lainnya memotong capit dan kaki kepiting untuk merangsang pelepasan kulit dan pergantian cangkang keras (molting) secara alami. Sementara metode semi-tradisional, hanya kaki kepiting yang dipotong, lalu diberi suntikan herbal. Berupa ekstrak bayam merah untuk merangsang molting.

“Tergantung kurus-gemuknya kepiting. Kalau kurus, disuntik. Sebenarnya tidak disuntik juga tidak apa-apa. Hanya berpengaruh pada cepat tidaknya proses molting,” sebutnya. Metode terakhir, tanpa memotong capit dan kaki, alias tubuh kepiting utuh. Lalu disuntik dengan ekstrak bayam merah. Proses penyuntikan ekstrak bayam merah dengan teknik semi-tradisional maupun modern, dilakukan hanya sekali.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X