Upah Minimum 2021 Sulit Naik

- Sabtu, 10 Oktober 2020 | 13:36 WIB

SAMARINDA­-Upah minimum 2021 akan diumumkan awal bulan depan. Penetapan nominal imbalan atas tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu ini, dibayang-bayangi pro-kontra Undang-Undang Cipta Kerja. Mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini, sulit bagi buruh menikmati kenaikan upah minimum tahun depan.

Angkanya tetap saja sudah cukup baik. Diketahui, Upah Minimum Provinsi (UMP) Kaltim pada 2020 sebesar Rp 2.981.378. Dari tahun ke tahun, angkanya mengalami kenaikan. (lihat grafis). Ekonom Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Aji Sofyan Effendi menuturkan, UMP 2021 sama seperti 2020 sudah bagus. "Sebab, kita tahu kondisi saat ini seperti apa," terang Aji Sofyan.

Lanjut dia, tidak terjadi deflasi saja sudah baik. Mengingat akibat pandemi Covid-19, banyak masyarakat yang menurunkan daya belinya. Pandemi turut berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK), efisiensi gaji, hingga mengakibatkan pengangguran yang dialami para pekerja. "Tapi alhamdulillah di situasi Covid-19, inflasi di Kaltim stabil. Tidak banyak komoditas yang harganya meroket. Inflasi masih nanar saja dan tergolong tidak inflasi," katanya.

Menurut dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unmul ini, situasi saat ini memang tidak lazim jika terjadi inflasi. Kemungkinan terjadi bisa saja deflasi karena daya beli menurun. Namun, sejauh ini kondisi di Kaltim masih cukup stabil. Karena itu, menurut Aji Sofyan, UMP tetap saja, itu sudah bagus. “Karena kita tidak menginginkan penurunan, tapi syukur-syukur naik. Hanya, jika realistis, kecil kemungkinan UMP bakal naik. Sebab, faktor seluruh entitas bisnis juga mengalami kelesuan. Jadi, harus realistis, melihat persoalan UMP,” katanya.

Diterangkan, pemulihan ekonomi baru akan terasa pada 2021. Di sisi lain, soal UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan, disebutnya tak berpengaruh pada skema penetapan UMP 2021. Sebab, proses UU ini masih panjang. Selain UU, masih ada aturan turunan seperti Peraturan Pemerintah (PP) yang bakal jadi acuan. Proses PP juga cukup panjang. Mulai persiapan materi hingga diskusi publik. "PP kan dari berbagai macam kementerian, semua membutuhkan waktu beberapa tahun ke depan. Kalaupun sekarang disahkan, tidak ujug-ujug akan berpengaruh pada 2021," jelas Aji Sofyan.

Sementara itu, dalam laporan Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Kaltim, inflasi Kaltim triwulan II 2020 tercatat 1,52 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan 2,19 persen(yoy) pada periode sebelumnya dan berada di bawah rentang target inflasi nasional. Relatif rendahnya inflasi Kaltim pada triwulan II 2020 terutama masih bersumber dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau, serta kelompok penyediaan makanan dan minum.

Inflasi yang rendah juga bersumber dari lebih dalamnya deflasi yang terjadi pada kelompok transportasi. Meski begitu, perekonomian Kaltim pada triwulan IV 2020 diperkirakan akan lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, seiring dengan membaiknya ekonomi negara mitra utama, pelonggaran pembatasan aktivitas yang telah diterapkan pemerintah, serta percepatan realisasi program pemulihan ekonomi nasional. Perekonomian Kaltim untuk keseluruhan tahun 2020 diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya akibat pandemi Covid-19.

Adapun inflasi Kaltim pada triwulan IV 2020 diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun, tetap pada rentang sasaran inflasi nasional. Secara keseluruhan 2020, inflasi Kaltim diperkirakan akan lebih tinggi tapi masih terkendali pada level yang rendah dan stabil serta masih dalam rentang sasaran inflasi nasional. Pada 2020, upah minimum ditetapkan 8,51 persen yang berasal dari pertumbuhan ekonomi 5,12 persen dan inflasi 3,39 persen.

Untuk tahun depan, bila merujuk pada formula itu, upah minimum tidak naik atau maksimal kenaikan sekitar 3,1 persen. Proyeksi ini berasal dari perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional dari pemerintah sebesar 0,6 persen sampai minus 1,7 persen dan inflasi di bawah 2,5 persen. Dari Jakarta, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, penetapan UMP 2021 bakal mengikuti formula lama yang tercantum di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Omnibus law UU Cipta Kerja pun disebutnya belum berpengaruh karena belum ada dibuat formula baru soal pengupahan berdasar UU tersebut.

Di sisi lain, akibat pandemi Covid 19, pihaknya juga mesti masih mengikuti PP 78/2015. Padahal, menurut aturan, formula UMP 2021 tidak bisa memakai PP tersebut. Sebab, tiap lima tahun ada perubahan penetapan komponen kebutuhan hidup layak (KHL). Namun, semua tahu, akibat dari pandemi covid-19 ini, pertumbuhan ekonomi melambat.  "Saya kira tidak memungkinkan menetapkan normal seperti dalam PP maupun UU," ucapnya.

Karena itu, Ida memperkirakan, ketentuan upah minimum tahun depan tak berubah dari tahun ini. Sementara bila merujuk pada formula UMP tahun ini, besaran kenaikan upah untuk tahun depan seharusnya dihitung berdasar besaran pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi.

Keputusan final masih terus dikaji bersama Dewan Pengupahan Nasional. "Kami dapatkan saran dari Dewan Pengupahan Nasional dan saran ini akan jadi acuan bagi kami, menteri untuk tetapkan upah minimum 2021. Karena kalau dipaksakan mengikuti PP 78 atau UU baru ini, banyak perusahaan yang tidak bisa bayar upah minimum provinsi," jelasnya. Menurut Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan Bob Azzam, pengusaha mengusulkan agar penetapan UMP 2021 tak berubah dengan 2020, mengingat kontraksi perekonomian yang dialami Indonesia. Dia menilai, hal tersebut penting untuk menjaga perusahaan tetap dapat membayar upah para pekerjanya sebelum perekonomian masuk fase pemulihan.

"Tahun depan, kalau sudah pulih dan normal kembali, baru kita kaji ulang besarannya. Mungkin di 2022 bisa (ada kenaikan)," ucap Bob, Kamis (8/10). Senada, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan Antonius J Supit mengatakan, kondisi perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19 masih tak memungkinkan pengusaha untuk meningkatkan UMP tahun depan. Karena itu, dia mengusulkan agar beleid turunan Undang-Undang Cipta Kerja dalam bentuk Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan segera disahkan. Pasalnya, lewat beleid turunan tersebut penetapan UMP mempertimbangkan kondisi perekonomian dan bukan lagi memakai komponen kebutuhan layak hidup. "Makanya kami sekarang sedang memikirkan bagaimana nanti bisa dikeluarkan dengan cepat aturan turunan undang-undangnya," tutur Anton. (nyc/riz/k16)

 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X