Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) menyebut 8 juta orang di Indonesia mengalami gangguan penglihatan, mulai sedang, berat, hingga kebutaan. Katarak jadi penyebab kebutaan tertinggi. Namun, ada risiko lain yang mengancam penglihatan para generasi muda. Ancaman itu adalah gawai.
NOFIYATUL CHALIMAH, Samarinda
RIDWANSYAH (26), asyik menatap layar gawainya. Sesekali dia mengedipkan mata. Tetapi, jemarinya masih lekat di monitor ponselnya. Setiap hari Ridwansyah menghabiskan waktunya bersama gawai.
Kecuali tidur, Ridwansyah sepanjang hari akan lekat dengan layar ponselnya. Sebab, dari ponsel dia bisa bekerja, main gim, dan memantau media sosial. Banyak fitur di ponsel membuat dirinya tak bosan. Buang air pun, baginya terasa hampa jika tak membawa ponsel. Karena kebiasaannya itu, dia harus memakai kacamata. “Makanya, kalau ada orang menegur di jalan, saya bisa enggak respons. Soalnya rabun,” ucapnya seraya tertawa.
Pria yang bekerja di salah satu kantor perdagangan di Samarinda itu mengaku sudah lima tahun belakangan berkacamata.
Hal tak jauh berbeda dilakukan Tyas (24). Gadis itu juga aktif dengan layar ponsel miliknya. Tetapi, dia punya kiat agar matanya tetap sehat. Dia selalu melakukan senam mata dan makan sayur. Apalagi, ketika bekerja, Tyas harus menghadap layar komputer. Jadi, dia menjeda tiap satu jam. “Saya dikasih tahu dokter kenalan saya soal tipsnya itu. Alhamdulillah mata saya masih bagus,” sebut Tyas.
Namun, dia menyebut, jika dia sudah rabun, maka akan langsung memakai kacamata. Gadis yang memiliki usaha via daring itu tak ingin menyiksa matanya. “Jika harus pakai kacamata, ya pakai,” sambungnya.
Kiwari, jutaan orang berlaku serupa dengan Tyas dan Ridwansyah. Mereka tak bisa lepas dari layar ponsel ataupun komputer. Dalam data Statistik Kesejahteraan Rakyat 2019 Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, penduduk usia 5 tahun ke atas yang mengakses ponsel secara aktif mencapai 86 persen.
Di sisi lain, penggunaan gawai secara terus-menerus bisa berakibat pada urusan kesehatan. Khususnya mata yang tiap hari bisa lekat dengan layar ponsel, bahkan jelang tidur. Hal itu pun disadari spesialis mata Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie (RSUD AWS) Samarinda dr Baswara NEW Sp M. Sebab, tak sedikit pasien yang datang karena alasan gawai.
“Saat ini, keluhan masyarakat di mata, kebanyakan mata merah dengan kotoran mata, dan mata sering kabur dan berkedip akibat pemakaian gadget yang berlebihan,” terang Baswara.
Gawai memang bisa memicu gangguan refraksi bila pemakaian berlebihan. Otomatis, otot-otot bola mata cepat lelah dan kram. Jadi, bola mata cenderung lebih lonjong dan menyebabkan mata minus (rabun jauh). Dalam bahasa Yunani kelainan itu disebut myopia. Sebab, myopia terjadi karena kornea yang terlalu melengkung, sumbu bola mata terlalu panjang, dan media penglihatan (refraksi) yang rapat.
Sedangkan, Brien Holden Vision Institute yaitu sebuah lembaga yang fokus pada kesehatan mata dan penglihatan memperkirakan, hampir setengah dari populasi dunia akan memiliki rabun jauh pada 2050, termasuk anak-anak.