Pengusaha Properti Minta Stimulus Lebih Luas

- Kamis, 8 Oktober 2020 | 13:11 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA- Pengusaha industri properti menilai bahwa bangkitnya bisnis sektor properti harus didukung dengan relaksasi kebijakan pemerintah. Setelah beberapa bulan mendapat tekanan berat, Real Estate Indonesia (REI) menilai bahwa upaya pemerintah memberikan relaksasi cukup meringankan beban. Namun, stimulus seperti subsidi bunga pada debitur kredit KPR, dinilai REI masih memberikan dampak yang sangat terbatas.

Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida mengatakan bahwa sekitar empat bulan terakhir, terlihat peningkatan minat untuk rumah di bawah Rp 1,5 miliar. Totok menjelaskan bahwa masa pembatasan sosial bersakala besar (PSBB) selama 4 bulan kemarin menjadi pukulan yang sangat berat bagi para pelaku industri properti. Adapun performa bisnis properti di segmen usaha mal anjlok 85 persen, hotel turun 95 persen, perkantoran berkurang 74,6 persen, dan perumahan komersil ada penurunan sekitar 50 persen hingga 80 persen. ”Khusus rumah masih tertolong karena masih ada yang subsidi pemerintah,” ujar Totok, kemarin (6/10).

Totok menjelaskan bahwa stimulus properti yang diberikan pemerintah berupa subsidi atau insentif subsidi bunga kepada debitur kredit perumahan rakyat (KPR), yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 138/PMK.05/2020 dan perubahan PMK 85/PMK.05/2020, tidak memiliki dampak besar. ”Stimulus tersebut hanya bersifat sementara, yakni enam bulan dan terbatas untuk kredit rumah murah. Bantuan yang dibutuhkan adalah untuk rumah tipe murah hingga rumah menengah serta properti lain, seperti hotel dan pusat perbelanjaan,” tegasnya.

Menurut Totok, saat ini yang dibutuhkan bukan keringanan bunga, tapi penundaan cicilan KPR. Pasalnya, banyak debitur yang tak mampu membayar cicilan akibat dirumahkan atau di-PHK karena pandemi Covid-19. ”Akan lebih efektif jika pemerintah membantu penundaan pembayaran KPR kepada masyarakat dibandingkan memberikan relaksasi ini,” tegasnya.

Totok beranggapan bahwa pemerintah harus lebih jeli melihat kebutuhan di lapangan jika tujuannya ingin membangkitkan sektor properti. Untuk menyelamatkan cashflow perusahaan properti pada masa pandemi Covid-19, pemerintah perlu memberikan keringanan di sisi pajak pusat, pajak retribusi daerah, pembiayaan operasional, sampai pelaporan transaksi properti. ”Apabila sektor properti dibiarkan terpuruk, ada 70 sektor turunan lainnya yang juga terancam keberadaannya,” bebernya.

Totok pun mengusulkan agar pemerintah memberikan bantuan dalam empat paket sekaligus. Pertama, penurunan tarif PPh Final Sewa Tanah dan Bangunan yang semula sebesar 10 persen menjadi 5 persen untuk jangka waktu 12-18 bulan. Lalu, juga penurunan tarif PPh Final Jual Beli, PPN, dan kelonggaran waktu pembayaran.

Kedua, keringanan pajak atau retribusi daerah, yakni pengurangan PBB hingga 50 persen, penurunan BPHTB dari 5 persen menjadi 2 persen dan khusus rumah sederhana menjadi 1 persen, serta kelonggaran waktu pembayaran baik PBB maupun BPHTB.

Sebagai contoh, menurunkan tarif PPh final sewa tanah dan bangunan sebesar 10 persen menjadi 5 persen dalam kurun waktu 12 bulan sampai 18 bulan. Lalu, penurunan PPh final jual beli tanah dan bangunan sebesar 2,5 persen menjadi hanya 1 persen. ”Selain itu, pengurangan 50 persen pajak PBB yang mesti dibayarkan, mengurangi BPHTB dari 5 persen menjadi 2,5 persen dengan kelonggaran waktu mencapai 12 bulan,” ujarnya.

Ketiga, pemangkasan biaya operasional, seperti subsidi listrik dan air untuk serta kelonggaran pembayaran. Adapun keringanan penggunaan listrik diharapkan 50 persen dari PLN atau pada penambahan anggaran pemasangan jaringan listrik rumah. Lalu PDAM dan semuanya diberlakukan kelonggaran pembayaran 6 sampai 9 bulan dari batas waktu pembayaran Juli hingga Desember 2020. ”Terakhir, berupa relaksasi pelaporan transaksi properti, ingin pembelian properti baik perorangan maupun badan usaha yang sumber dananya belum tercatat dalam SPT dikenakan pajak sebesar 5 persen, serta selanjutnya dapat dimasukkan untuk pelaporan pajak tahun selanjutnya,” pungkasnya. (agf)

 

Jumlah Rumah Tangga yang Mengangsur KPR Berdasarkan Nominal

Nominal KPR (Rupiah) Persentase

0-500.000 6,94%

500.001-1.000.000 44,32%

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X