Masalahnya hanya tidak jadi satu. Kalau omnibus law ini semuanya masuk dalam satu undang-undang. Kalau dahulu, terpisah antara undang-undang A dengan undang-undang B, bisa muncul permasalahan. Sehingga, mengurusnya mesti bolak-balik dan rumit. "Harapan kita, undang-undang ini bisa terlaksana dengan baik. Itu lebih penting. Kalau sebenarnya tidak ada ego sektoral, itu juga lebih mudah mengurusnya," imbuh Alex. Belakangan sebenarnya sudah diperbaiki dengan perizinan satu pintu. Tetapi, itu disebut Alex bicara soal perizinan, bukan pelaksanaannya.
Sedangkan, urusan pelaksanaan bisa jadi rumit lagi. Seperti urusan ketenagakerjaan dan sebagainya. Disebutnya, Kaltim memang saat ini bergantung sumber daya alam (SDA). Memang tidak mudah membangun industri hilir. Sebab, perlu modal yang besar serta hitungan yang terperinci. Mulai dari urusan operasional alat, kesinambungan, sampai gaji pegawai.
Di Kaltim sendiri, target realisasi investasi 2020 ditetapkan pencapaiannya sebesar Rp 21,30 triliun. Pada triwulan I (Januari-Maret) tahun 2020 ini tercatat realisasi investasi mencapai angka Rp 4,64 triliun, dengan rincian realisasi PMDN sebesar Rp 3,71 triliun (439 proyek) dan realisasi PMA sebesar USD 64,93 juta atau sebesar Rp 0,93 triliun (106 proyek). Capaian realisasi investasi pada triwulan I 2020, Rp 4,64 triliun mengalami penurunan sebesar 49,8 persen dibandingkan triwulan I 2019, Rp 9,24 triliun. Sedangkan jika dibandingkan target realisasi investasi tahun ini yang sebesar Rp 21,30 triliun maka baru mencapai 21,78 persen.
Sementara itu, Wakil Gubernur Hadi Mulyadi kemarin (6/10) mengatakan, baru saja mempresentasikan secara virtual di depan para investor luar negeri. "Kita tawarkan KEK Maloy, Hilirisasi Migas dan Sawit, Kariangau. Itu kita tawarkan. Intinya, Kaltim sangat berprospek," Ujar Hadi.
Empat sektor ini menjadi andalan Kaltim. Memang, provinsi ini kaya SDA. Tetapi, perlu hilirisasi sehingga Kaltim tak hanya berkutat di industri hulu saja dan ketergantungan dengan sumber daya alam. (nyc/riz/k15)