Cara kerja GeNose hasil kolaborasi Dr Kuwat Triyana-dr Dian Nurputra memanfaatkan embusan napas dari orang yang diperiksa. Jika lolos uji diagnostik, dibandingkan dengan rapid test dan swab PCR sebagai pendeteksi Covid-19, alat itu lebih unggul urusan waktu.
ZALZILATUL HIKMIA, Jakarta, Jawa Pos
”WADUH, kurvanya error. Kita harus menelepon Pak Kuwat ini,” kata dr Dian Nurputra kepada salah seorang anggota timnya.
Dian panik ketika itu. Mesin tiba-tiba error karena salah pencet layar GeNose.
Tapi, mengenangnya kembali sekarang, Dian tak bisa menahan tawa. Sepanjang bercerita kepada Jawa Pos Senin pekan lalu (28/9), dokter spesialis anak tersebut tak henti-hentinya tertawa mengingat kepanikannya bersama salah seorang anggota timnya kala itu.
Menurut Dian yang sejak Maret lalu menjadi kepala satgas Covid-19 di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Polda Jogjakarta, error kala itu terjadi lantaran salah pencet touchscreen mesin akibat goggle yang digunakan buram karena berembun. Maklum, Dian dan anggota tim harus menggunakan alat pelindung diri (APD) tiga lapis.
Ditambah masker N95, face shield, dan sarung tangan lateks dua lapis. ”Jadi kan puwanas, mengembun, sulit melihat layarnya saat itu. Campur-campur pokoknya,” ujar Dian, lantas tertawa saat mengenang kembali pengalamannya mengambil sampel napas pertama sekitar akhir April lalu.
Kepanikan itu mereda ketika pria bernama lengkap Dian Kesumapamudya Nurputra tersebut mendapat bantuan selundupan handphone dari luar ruang isolasi untuk berkonsultasi dengan Kuwat. Sayang, rasa lega itu hanya hitungan detik.
Sebab, setelahnya, dia pun kesulitan untuk mengoperasikan telepon genggam yang dibungkus plastik itu. Sarung tangan dua lapis dan plastik tentu menjadi penghalang untuk bisa menekan layar ponsel yang serba-touchscreen. ”Setelah mencetnya agak emm.. Alhamdulillah, bisa nelepon Pak Kuwat, haha,” ungkap Dian, menyebut Kuwat Triyana, seorang peneliti di bidang sensor teknologi, partnernya dalam menciptakan GeNose.
GeNose bisa dibilang hasil banting setir dari penelitian E-Nose milik Kuwat Triyana yang sempat mandek. E-Nose semula diperuntukkan mendeteksi tuberkulosis (TB). Akhirnya setting sensornya dimodifikasi dan diganti untuk mendeteksi Covid-19 saat pandemi terjadi.
Cara kerja alat itu pun sederhana. Cukup menggunakan embusan napas dari orang yang diperiksa. Hasil keluar dalam waktu 80 detik.
”Dulunya 10 menit, lalu jadi 3 menit. Setelah itu, kami sempurnakan lagi menjadi 80 detik untuk diagnosis dari sistem,” papar pria berkacamata tersebut.