Bencana Hidrometeorologis Masih Mengancam Sampai Akhir Tahun

- Jumat, 2 Oktober 2020 | 13:21 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA–BMKG mendeteksi aktivasi fenomena suhu lautan pasifik La Nina. Bersamaa dengan masuknya musim hujan 2020 yang diperkirakan akan dimulai akhir Oktober, fenomena ini diprediksi bakal meningkatkan intensitas hujan.

Peningkatan tersebut juga akan dibarengi dengan meningkatnya resiko bencana hidrometerologis di wilayah Indonesia. Namun dampak tersebut sangat bergantung pada musim dan bulan, wilayah serta intensitasnya.

Berdasarkan analisis dari potret data suhu permukaan laut di Pasifik, saat ini La Lina sudah teraktivasi di Pasifik Timur. Kondisi ini dapat memicu frekuensi dan curah hujan wilayah Indonesia pada pertiga akhir tahun 2020 hingga April tahun 2021.

Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Supari mengungkapkan, bahwa dampak La Lina dapat memicu curah hujan yang jauh lebih tinggi dibandingkan kondisi normal sehingga potensi banjir, banjir bandang dan tanah longsor ke depan perlu diwaspadai.

“Beberapa provinsi diperkirakan akan memasuki musim hujan pada Oktober 2020,” kata Supari saat Kata Supari kemarin.(30/9).

Menyikapi fenomena yang berlangsung terkait cuaca dan iklim ini, ia menyampaikan perlunya kewaspadaan terhadap kondisi hujan di atas normal pada Oktober dasarian (periode sepuluh hari) pertama dan kedua.

Terkait dengan La Lina, ia mengatakan bahwa dampaknya tidak seragam di seluruh wilayah Indonesia. Prakiraan awal musim hujan akan berlangung pada Oktober dengan wilayah seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan dan sebagian kecil Sulawesi, Maluku Utara dan sebagian kecil Nusa Tenggara Barat.

Berdasarkan analisis dari BMKG tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengharapkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sebagai focal point penanggulangan bencana di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota untuk selalu waspada dan siap siaga menghadapi potensi bahaya hidrometeorologis.

”Upaya dini pencegahan dan mitigasi harus dilakukan untuk mengurangi atau pun menghindari dampak bencana,” Kata Kapusdatinkom BNPB Raditya Jati.

Meski demikian, Raditya melanjutkan, tidak cukup hanya pemerintah daerah, masyarakat juga perlu melakukan upaya kesiapsiagaan, khususnya di lingkup keluarga. Setiap keluarga dapat memonitor dan menganalisis secara sederhan potensi bahaya yang ada di sekitar.

”Kemudian, diskusikan di antara anggota keluarga langkah-langkah mengantisipasi ancaman yang mungkin terjadi, seperti mematikan aliran listrik, menyimpan dokumen penting di tempat aman atau menyiapkan tas siaga bencana,” jelasnya.

Berdasarkan data terakhir BNPB, lebih dari 2.000 bencana terjadi hingga akhir September 2020. Sebagian besar diantaranya adalah bencana hidrometeorologis seperti banjir, angin puting beliung dan tanah longsor. Diperkirakan becana jenis ini masih tetap menjadi ancaman hingga akhir tahun ini.

Data BNPB dari 1 Januari hingga 29 September 2020 mencatat 99 persen bencana merupakan bencana hidrometeorologi. Jumlah kejadian tertinggi yakni banjir sebanyak 791 kali dan disusul kejadian bencana lainnya, antara lain puting beliung 573 kali, tanah longsor 387, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 314, gelombang pasang atau abrasi 26, kekeringan 22, gempa bumi 13 dan erupsi gunung api 5. Total jumlah bencana alam sebanyak 2.131 kejadian.

Sejumlah kejadian tersebut berdampak pada kerugian, baik korban jiwa dan harta benda. BNPB mencatat 322 orang meninggal dan hilang, 454 mengalami luka-luka dan 4.481.641 orang mengungsi dan terdampak akibat bencana yang terjadi.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

X