Kabar Potensi Tsunami Besar di Selatan Jawa, Masyarakat Diminta Tak Panik

- Kamis, 1 Oktober 2020 | 14:18 WIB

JAKARTA– Masyarakat dihebohkan dengan kabar potensi tsunami skala besar di Selatan Jawa baru-baru ini. Tingginya disebut-sebut bisa mencapai 20 meter. Pemerintah menegaskan, data tersebut merupakan hasil penelitian yang digunakan sebagai upaya mitigasi.

Hal tersebut disampaikan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro dalam keterangan pers soal potensi tsunami di Selatan Jawa, secara virtual, kemarin (30/9). Dia menjelaskan, jurnal berjudul Implications For Megathrust Earthquakes And Tsunamis From Seismic Gaps South Of Java Indonesia yang dihasilkan tim peneliti yang diketuai Prof Sri Widiyantoro berisi pembahasan secara scientific soal adanya gap di Selatan Jawa. Di mana, ada kemungkinan menimbulkan gempa dalam skala besar maupun tsunami besar yang mengikutinya.

Namun, kata dia, perlu diketahui bahwa Indonesia memang digolongkan sebagai ring of fire yang mempunyai potensi bencana tinggi. Seperti gempa bumi, gunung meletus, maupun tsunami yang mengikuti gempa bumi pada kondisi tertentu.

Tapi, perlu garis bawahi, jika sampai saat ini belum ada metode atau teori yang bisa memprediksi kapan akan terjadi gempa. ”Sehingga riset yang dilakukan oleh Prof Sri itu agar kita lebih waspada atau antisipasi terhadap kemungkinan tersebut. Bukan menakut-nakuti atau menimbulkan kepanikan berlebihan,” tegasnya.

Bambang mengungkapkan, penelitian ini juga bakal dijadikan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesiapsiagaan di lapangan, masyarakat, dan mengedepankan usaha mitigasi atau meredam bencana yang suatu saat mungkin terjadi. Salah satunya, dengan menyiapkan upaya mitigasi.

Upaya mitigasi ini dilakukan dalam beberapa cara. Yaitu, memiliki knowledge yang mendalam mengenai kondisi tersebut. Dengan pengetahuan mendalam ini tentu akan lebih waspada dan mengantisipasi kondisi tersebut. Tidak menganggap remeh yang kemudian berisiko memperparah dampak bencana. ”Intinya tidak boleh mengabaikan segala hal yang penting untuk mengantisipasi kejadian bencana,”katanya.

Pihaknya sendiri melalui perguruan tinggi dan LIPI akan terus melakukan penelitian mengenai kebencanaan. Terutama mengenai sesar-sesar aktif di Indonesia. Selain itu, BPPT juga telah membuat sistem early warning INA-TEWS untuk mendeteksi tsunami di wilayah Indonesia. Salah satunya BUOY yang bisa mendeteksi potensi tsunami dan dalam hitungan detik melaporkannya ke darat. Sehingga diharapkan sistem ini dapat menyelamatkan masyarakat dari kejadian bencana yang tidak diharapkan.

Dalam kesempatan tersebut, Prof Sri juga mengamini hal yang sama. Guru Besar Kelompok Keahlian Geofisika Global Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB itu menegaskan, bahwa di dalam seismologi, definisi gempa itu mencakup kapan akan terjadi, di mana posisinya yang tidak hanya mencakup koordinat tapi juga magnitut. Sehingga sangat sulit diprediksi. ”O leh sebab itu, sampai saat ini tidak bisa diprediksi. kalau tsunami bisa dibuat skenarionya seperti pada penelitian kami,” paparnya.

Alumni Kyoto University itu mengungkapkan, penelitiannya bersama tim multibidang ini berawal dari keingintahuan setelah ada paper dari Ron Harris dan Major dari Amerika Serikat, yang pada tahun 2016 memberitakan menemukan tsunami deposit di Pangandaran. ”Saya sebagai seismologis penasaran dari mana sumbernya itu. Apakah bisa kita petakan,” katanya.

Kebetulan, lanjut dia, ITB menawarkan riset multidisiplin pada 2018. Yang kemudian disambut baik oleh para peneliti dan memulai penelitian tahun lalu. ”Hingga dua minggu lalu muncul riset kami,” tuturnya.

Lebih jauh dia menjelaskan, area studi penelitian ini berada di sepanjang Jawa bagian Selatan. Dia pun mendapat peta gempa dari BMKG. Dari kacamatanya sebagai seismologi, peta tersebut sangat menarik. Karena ada seismic gap. ”T idak seperti yang di selatan, sepanjang palung banyak gempa. Namun di antaranya ada daerah jarang gempa,” jelasnya.

Penelitian berlanjut untuk mengetahui kedalamannya. Diketahui bahwa posisi megathrust berada di kedalaman 30 Km.

Hasil tersebut kemudian dipadukan dengan data GPS di Pulau Jawa. Diketahui bahwa posisi megathrust ini berada di bagian Barat. Terlihat dari warna merah yang ada di peta. Sementara, biru di bagian tengah yang menandakan gempa besar sudah pernah terjadi. Begitu pula di Jawa Timur yang juga terdapat warna merah.

”kalau di overlay dengan data gempa, sangat kuat gempanya tapi sangat jarang di wilayah megathrust ini,” jelasnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X