JAKARTA– Dihadapkan pada ketidakpastian ekonomi tampaknya tak menyurutkan nyali pemerintah untuk mematok target pertumbuhan yang tinggi untuk tahun depan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021, pemerintah berangan-angan pertumbuhan ekonomi bisa ada di level 5 persen.
Hal itu telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah yang diwakili Kementerian Keuangan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang APBN (RUU APBN) tahun anggaran 2021 menjadi UU.
‘’Kita proyeksikan di kisaran 5 persen dan tentu ini suatu pemulihan yang harus diupayakan dan jaga melalui berbagai kebijakan termasuk APBN,’’ ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui virtual conference di Jakarta.
Ani mengakui, dinamika ekonomi di tahun 2021 memang masih diliputi ketidakpastian. Namun, ada beberapa faktor yang diyakininya bisa menjadi sentimen positif agar ekonomi bisa tumbuh di level 5 persen.
Pertama, penanganan Covid-19 baik yang dilakukan tahun ini maupun tahun depan. Hal itu tentu harus didukung dengan kedisiplinan akan protokol kesehatan yang amat penting dalam penanganan pandemi.
Kedua, ketersediaan vaksin. Ani menyebut, ketersediaan vaksin Covid-19 bisa membuat ketidakpastian yang kini masih tinggi menjadi berkurang. Ini tentu pengaruhi swing dari pemulihan ekonomi. ‘’Kalau bisa dapatkan vaksin dan vaksinasi cukup luas, kita mampu akselerasi pemulihan ekonomi juga,’’ imbuh mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Namun, Ani tetap menekankan bahwa risiko ketidakpastian ekonomi tetap harus dimitigasi dengan baik. Sehingga, dampak negatif yang ditimbulkan dari pandemi bisa diminimalisasi.
Ketiga, pemerintah juga tetap berkomitmen menjaga kesinambungan demand and supply. Dari sisi demand, bantuan sosial akan tetap disalurkan. Hal itu terutama untuk masyarakat ekonomi ke bawah yang persentasenya mencapai 40 persen.
Sementara, dari sisi demand, pemerintah akan tetap memberikan berbagai dukungan insentif pajak, bantuan kredit, hingga penjaminan mulai dari dari UMKM hingga korporasi.
‘’Dengan demikian, untuk bantuan kredit dan penempatan dana diharapkan akselerasi dan jadi stimulus katalis bagi permintaan terhadap kredit modal kerja dan investasi. Ini merupakan hal yang diharapkan terjadi dan terakselerasi melalui intervensi pemerintah,’’ tutur Ani.
Terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memandang, target pertumbuhan yang dipatok di tahun depan terlampau tinggi. ‘’Jauh dari realistis. Karena ada hal yakni inkonsistensi pada apa yang terjadi saat ini dengan apa yang diinginkan ke depan,’’ ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin.
Tauhid mengingatkan pada statement pemerintah yang sebelumnya telah mengakui bahwa saat ini Indonesia telah masuk fase resesi. Namun, justru penetapan target pertumbuhan ekonomi 2021 yang mencapai 5 persen dilakukan sebelum pemerintah mengakui kondisi resesi itu.
Semestinya, justru harus ada revisi target yang dilakukan pemerintah. ‘’Karena kan perkiraan (tahun 2021) itu sudah jauh dari apa yang terjadi di tahun 2020 dalam outlooknya. Kalau di 2020 saja rendah, harusnya (target) 2021 dikoreksi,’’ imbuhnya.
Dia menjelaskan, Indonesia saat ini menghadapi kondisi jumlah peningkatan kasus positif yang masih tinggi. Indonesia tak sendirian, ada Filipina yang mengalami hal serupa.