Pemkot sudah mendapat saran dari Kejaksaan Negeri Balikpapan. Sesuai aturan penindakan dan sanksi atas pelanggaran protokol kesehatan bisa lebih jelas dalam bentuk perda.
BALIKPAPAN – Rencana DPRD Balikpapan membuat perda penanganan Covid-19 sudah diketahui Pemkot Balikpapan. Hal ini disampaikan saat menggelar rapat bersama gubernur Kaltim beberapa waktu lalu. Selama ini, Pemkot Balikpapan telah memberlakukan Perwali Nomor 23 Tahun 2020.
Isinya tentang penegakan disiplin protokol kesehatan dan surat edaran pembatasan jam malam. Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi menuturkan, sejauh ini perwali telah berjalan tanpa kendala. Menurutnya, dalam hal penindakan tidak ada selisih di lapangan. Semua tergolong lancar saja.
Namun, dia mengakui soal sanksi pelanggar masih jadi perdebatan. Sebab, pemberlakuan sanksi akan lebih kuat jika berbentuk perda. Tidak seperti sekarang masih dalam bentuk perwali. “Ketua DPRD sudah mengatakan akan buat perda inisiatif dari DPRD Balikpapan. Saya kira baik,” sebutnya.
Rizal mengatakan, pihaknya juga sudah mendapatkan saran dari Kejaksaan Negeri Balikpapan. Sesuai aturannya, penindakan dan sanksi bisa lebih jelas dalam bentuk perda. “Tapi sekarang juga sudah ada pergub isinya kurang lebih sama. Denda juga kurang lebih sama antardaerah lain di Kaltim,” sebutnya.
Sebelumnya, saat menggelar rapat koordinasi FKPD Kaltim via daring dengan gubernur, Rizal menyarankan agar sebaiknya pembuatan perda di tingkat provinsi saja. Menurutnya, cara ini lebih efektif agar setiap daerah tidak perlu membuat perda masing-masing. “Kita tinggal ikuti saja dengan membuat perwali mengacu perda provinsi,” ucapnya.
Dia pun sudah mengusulkan perda tingkat provinsi kepada gubernur. “Kata gubernur betul juga membuat perda perlu waktu, jadi kalau memang bisa cukup perda tingkat provinsi saja. Jadi semua seragam, daerah tinggal menindaklanjuti,” tuturnya. Walau memang beberapa daerah di Indonesia membuat perda.
Selain itu, Rizal menyampaikan jika dalam bentuk perda maka perlu tindakan lebih kepada pelanggar. Sebab, mereka dikenakan tindak pidana ringan (tipiring). Setiap pelanggar harus menjalani sidang tipiring melibatkan hakim hingga jaksa. “Kalau terjadi banyak pelanggaran nanti penindakan di lapangan agak lebih ribet,” imbuhnya.
Sementara untuk keluhan, dia menyadari ada saran soal pembatasan jam malam. Perwakilan mahasiswa bicara dengan pelaku usaha malam yang meminta evaluasi terkait pembatasan jam malam. Rizal mengaku sudah berdiskusi dan memberi penjelasan kepada perwakilan mahasiswa.
“Jam malam ini sangat moderat karena berbagai daerah ada yang lebih cepat pembatasannya dari jam 6-9 malam,” ujarnya. Menurutnya, untuk pelonggaran ini semua bergantung dari kedisiplinan masyarakat juga. Jika masyarakat semakin ketat dan taat protokol kesehatan, ada kemungkinan melakukan pelonggaran.
“Kita sudah mulai simulasi bioskop, ada permintaan buka tempat hiburan anak. Kita masih pikirkan semua,” imbuhnya. Meski sekarang angka R nought (RO) di bawah 1, pihaknya tetap tak bisa santai dan masih harus melihat dua minggu ke depan. Sebab, jangan sampai sudah dilakukan pelonggaran, justru terjadi kenaikan kasus lagi. (gel/ms/k15)