Uang Penyuap Ismunandar Dinikmati Ramai-Ramai

- Rabu, 30 September 2020 | 13:34 WIB

SAMARINDAPandemi Covid-19 mulai merebak di Kaltim medio, Maret 2020 lalu. Membuat semua kegiatan fisik dan nonfisik distop sembari kocek daerah dirasionalisasi. Kendati begitu, dana Rp 250 miliar di APBD 2020 Kutai Timur (Kutim) yang digunakan untuk operasional Bupati Kutim Ismunandar tetap terplot. Tak terganggu gugat.

Menurut Sekretaris Kabupaten Kutim Irawansyah, pemkab kala itu hanya mengosongkan nominal pembiayaan di dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) seluruh kegiatan pemkab. Nantinya, ketika APBD Perubahan 2020 Kutim dibahas, kegiatan itu akan kembali dianggarkan. “Sehabis rasionalisasi, dana yang tersisa dievaluasi untuk membiayai program prioritas. Jika tak cukup di perubahan, bupati bakal menerbitkan SK (surat keputusan) adanya piutang pihak ketiga dan jadi usulan utama di APBD 2021,” ulasnya, (29/9).

Irawansyah menjadi satu dari empat saksi yang kembali hadir diperiksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda untuk Aditya Maharani Yuono dan Deky Aryanto. Dua penyuap dalam perkara suap dan gratifikasi infrastruktur Kutim 2019–2020 Ismunandar (bupati Kutim nonaktif) dan Encek Unguria Riarinda Firgasih (ketua DPRD Kutim periode 2019–2024 nonaktif). Selain Irawansyah, ada Hendra Ekayana (kabid Pengkajian Bappeda Kutim), Ahmad Firdaus (kasubbid Pengkajian Pembangunan Daerah Bappeda Kutim), dan Panji Asmara (kasi Program Bapenda Kutim) yang diperiksa lewat persidangan virtual.

Hanya minus Edward Azran (kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah/Bappeda Kutim) yang berhalangan hadir. Lantaran tugas kedinasannya.

Dari rasionalisasi itu, enam proyek lelang yang ditangani terdakwa Aditya Maharani tak semuanya terbayar hingga kini. Seperti pengadaan penerangan jalan umum (PJU) di Jalan APT Pranoto, Sangatta Kota, senilai Rp 1,96 miliar DPA yang sudah disusun di awal dikosongkan dan baru terbayar 45 persen dari total nilai kontrak. Ada pula proyek yang sudah 100 persen dikerjakan namun belum terbayar hingga perkara ini bergulir di meja hijau rasuah. Yakni, pengadaan pipa air bersih PT GAM senilai Rp 5,1 miliar.

“Pembahasan dan arahan bupati kala itu, jika tak cukup pembayaran akan diusulkan dan jadi prioritas di APBD 2021,” sebutnya. Piutang pihak ketiga pun pasti terjadi selepas menilik pendapatan yang merosot. Serta pemulihan semua kegiatan yang sudah diusul pasti akan menyusut karena harus menyisihkan anggaran untuk penanganan pandemi. “Jadi, rekanan harus menalangi dulu pembiayaan,” sambungnya. Saksi lain, Panji Asmara mengaku dana Rp 250 miliar memang sempat dibahas di rapat TAPD Kutim 2020. Kala itu, dia ikut dalam rapat tersebut mewakili atasannya.

Dari rapat anggaran medio Oktober 2019 itulah, dia tahu jika dana Rp 250 miliar yang difokuskan sebagai aspirasi atau dana operasional bupati pada 2020.

Kala itu, Ismunandar memang meminta Musyaffa, kepala Bapenda Kutim nonaktif, untuk mengatur agar dana itu tak langsung diajukan dalam bentuk kegiatan. Namun harus masuk dalam kebijakan umum anggaran-plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) 2020 yang bakal dibahas bersama dengan dewan. Hal itu diamini Irawansyah dan Edward Azran.

“Saya dengar di rapat itu,” akunya. Dana Rp 250 miliar itu pun langsung dipilah untuk dihandel beberapa kepala dinas. Musyaffa menghandel Rp 120 miliar, Suriansyah alias Anto (kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Kutim nonaktif) Rp 60 miliar. “Sisanya Rp 70 miliar diplot untuk pengadaan panel surya. Saya diminta Musyaffa konfirmasi ini ke instansi teknisnya,” lanjut dia. Sebesar Rp 100 miliar dari Rp 120 miliar yang diatur Musyaffa langsung dialokasikan untuk pengadaan program prioritas. Seperti peningkatan jalan atau pengadaan PJU.

Beberapa waktu sebelum pertemuan itu, dia juga pernah diminta Musyaffa untuk mencarikan uang senilai USD 10 ribu atau sekitar Rp 150 juta medio September 2019. Di lain kesempatan, Musyaffa pun pernah berujar. “Nanti ada yang telepon. Temui saja dan bawa nanti yang dikasihnya,” ungkap dia menirukan perkataan Musyaffa kala itu. Permintaan ini beberapa kali terjadi dan diketahuinya apa yang perlu dibawanya itu ialah uang tunai. Dia tak ingat kapan uang itu diambilnya dari beberapa orang berbeda dengan nominal beragam. Ada Rp 700 juta, Rp 300 juta, Rp 1,1 miliar, dan Rp 900 juta. “Total ada Rp 3,1 miliar,” katanya.

Semula, Musyaffa meminta agar dana itu disimpannya dulu. Karena takut tak jelas sumber dana itu. Tapi, beberapa kali sekitar Maret–Mei 2020 Musyaffa meminta uang tersebut. “Pak Musyaffa minta sekitar Rp 500 juta, saya antar ke rumahnya di Samarinda. Sekitar Rp 2,5 miliar disuruh antar ke Pak Suriansyah alias Anto di rumahnya di Tenggarong (Kutai Kartanegara),” bebernya. Dana tersisa Rp 100 juta disebutnya diberikan Musyaffa ke dirinya. Karena bosnya itu tahu dia tengah menjalani perawatan mag akut yang dideritanya.

“Tapi saya enggak sempat berobat karena Covid-19 dan diambil lagi sama Pak Musyaffa,” imbuhnya. Sementara itu, saksi Ahmad Firdaus mengaku pernah mendapat pesan dari Ismunandar untuk menyisipkan beberapa kegiatan yang disusun Bappeda pada 2020. “Beragam. Ada jalan, pembangunan masjid, hingga pengadaan mobil ambulans,” sebutnya. Musyaffa pun pernah memintanya bertemu terdakwa Deky Aryanto. Dari beberapa pertemuan yang terjadi, dia sempat memberikan rencana kerja untuk Dinas Pendidikan Kutim yang disusun Bappeda ke Deky sesuai arahan Musyaffa.

Lewat anjangsana itu pula, terjadi dua kali pemberian uang dengan total Rp 2 miliar dari terdakwa Deky ke dirinya. “Semua Rp 1 miliar. Saya bawa uang itu ke Pak Edward Azran (kepala Bappeda) dan Rp 750 juta diambilnya. Sisanya disuruh saya pegang,” akunya. Uang itu kembali ditanyakannya ke Hendra Ekayana, kabid Pengkajian Bappeda Kutim. “Tapi saya hanya disuruh simpan dulu,” imbuhnya. Dipertemuan lain, terdakwa Deky kembali menyerahkan uang Rp 1 miliar. Nah, Rp 1,25 miliar yang dipegangnya itu dibagi rata. Antara dirinya, Hendra Ekayana, dan Arham (koleganya di Bappeda Kutim). Masing-masing mendapat Rp 419 juta. “Tapi uang ini sudah diserahkan ke KPK ketika saya diperiksa,” singkatnya.

Soal pokok pikiran (pokir) dewan 2020 yang bergeser bentuk kegiatannya, diakui saksi Hendra Ekayana ketika bersaksi di depan majelis hakim yang dipimpin Agung Sulistiyono bersama Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo. “Itu saya sempat terima dari kepala Bappenda (Edward Azran) dan saya teruskan ke Ahmad Firdaus untuk diinput,” akunya. Mengapa ada bentuk kegiatan dari pokir yang bergeser dia tak mengetahuinya. Untuk uang sebesar Rp 419 juta yang diterimanya pun sudah disetorkan ke KPK ketika dia diperiksa.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X