Bukan perkara mudah, kebanyakan orangtua yang gagap teknologi (gaptek) kerap mengeluhkan sulitnya belajar dengan metode dalam jaringan (daring). Kepanikan kian melanda saat mendengar kabar putra-putrinya akan menghadapi ujian online.
SANGATTA – Alat sederhana untuk belajar jarak jauh tentunya smartphone. Ponsel pintar itu mampu menunjang aktivitas belajar di tengah pandemi. Sayang, tak semua mampu untuk memiliki ponsel pintar.
Murtini, pedagang di Pasar Sangatta Selatan kebingungan dengan kondisi belajar saat ini. "Harus jualan, tapi anak harus sekolah online. Saya tidak paham pakai HP canggih," ujarnya saat disambangi kemarin (28/9). Terlebih ujian dengan metode daring membuatnya tambah panik. Dia kerap merepotkan tetangga untuk membantu putranya yang masih duduk di bangku kelas II sekolah dasar (SD) untuk bersekolah. "Minta tolong aja sama yang ngerti, ketimbang anak-anak enggak dapat nilai," tambahnya.
Belajar dengan mengandalkan sistem jaringan merupakan hal mustahil dilakukan di sejumlah kecamatan pedalaman Kutim. Banyak yang menolak menjalankan proses belajar dengan mekanisme yang saat ini menjadi satu-satunya cara untuk tak memunculkan klaster sekolah. Kondisi belajar yang sulit juga diamini seorang guru SD 004 Kaubun, Suci Wahdiah. "Kami tidak ada ujian online, jaringannya naik-turun," ungkap perempuan berhijab ini.
Belajar maupun ujian tetap dilaksanakan dari rumah. Menurut dia, itu jadi satu-satunya metode yang dapat dilangsungkan di kecamatan tersebut. Jika berharap pada jaringan internet, belajar-mengajar tidak akan memadai. Artinya anak-anak tidak bersekolah. Namun, guru-guru masih harus memutar cara. Meski tidak efektif, terpaksa harus ditempuh, yakni berkumpul sepekan sekali di gedung sekolah.
"Mereka diberi tugas aja, kan edaran dari dinas harus belajar dari rumah. Jadi, setiap Minggu dikumpulkan ke sekolah. Kami ikuti sistem sejak awal pandemi," bebernya.
Tak hanya soal jaringan yang supersulit diharapkan, keterbatasan ekonomi menjadi pemicu beberapa orangtua tidak membeli ponsel pintar. Sama halnya dengan sejumlah orangtua gaptek. Juga menjadi faktor penghambat belajar jarak jauh. "Di sini masih ada orangtua yang tidak punya HP, makanya jadi pertimbangan kalau belajar daring," kuncinya. (*/la/dra/k16)