JAKARTA - Rencana tempat pemungutan suara (TPS) keliling dalam pilkada serentak 9 Desember mendatang masih menjadi perdebatan di internal DPR. Mereka belum satu suara terkait wacana tersebut.
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin meminta pemerintah mengkaji ulang wacana pemungutan suara secara keliling itu. Menurutnya, sebagian wilayah di Indonesia tidak memungkinkan untuk melakukan hal tersebut.
Misalnya, kata dia, untuk wilayah Indonesia Timur dan Indonesia Tengah, seperti Papua, NTT, NTB dan Sulawesi. "Itu wilayah kepulauan dan pegunungan, pastinya jalur yang ditempuh cukup sulit dan memakan waktu berhari hari," terang politikus Partai Golkar itu. Maka, tidak mudah melaksanakan pemungutan dengan TPS keliling, karena wilayahnya cukup luas dan medannya berat.
Legislator asal Dapil Lampung itu mengatakan bahwa pemungutan suara keliling tentunya akan memakan biaya yang cukup besar. Selain itu, sistem tersebut juga rawan akan terjadinya kecurangan. "Bagaimana kita dapat mengawasi pemilihan secara keliling. Hal ini sangat memungkinkan terjadinya kecurangan nantinya," tegasnya.
Berbagai kemungkinan itu harus menjadi bahan kajian sebelum rencana itu betul-betul dilaksanakan. Selama ini, belum pernah dilaksanakan TPS dalam pilkada. Kajian secara mendalam mutlak dilakukan agar pilkada di tengah pandemi bisa berjalan dengan baik.
Dirinya mendukung keputusan pemerintah bersama KPU dan DPR yang tetap melaksanakan pilkada di tengah pandemi Covid-19. Tapi, pesta demokrasi itu harus dilaksanakan dengan baik dan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. "Peluang kecurangan harus ditutup rapat. Maka, kaji ulang TPS keliling," papar dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II Arwani Thomafi mempunyai pendapat lain soal TPS keliling. Menurut dia, rencana TPS keliling merupakan suatu trobosan dalam pelaksanaan pilkada di tengah pandemi yang tidak menentu. "Trobosan harus dimungkinkan," ujarnya.
Wakil Ketua Umum PPP itu mengatakan, wacana itu pernah disampaikan dalam rapat Komisi II. Menurutnya, jika mengacu protokol kesehatan, maka dalam tahapan pemungutan suara harus ada trobosan. Sebab, jika melaksanakan tahapan seperti situasi normal, maka akan sulit menyesuaikan dengan protokol Covid-19. Kerumunan akan sulit dihindari. Untuk itu, kata dia, perlu adanya trobosan.
Selain TPS keliling, lanjut dia, yang perlu dilakukan trobosan adalah rentang waktu pemungutan suara. Selama ini, pemungutan suara dibatasi sampai sekitar pukul 13.00. Menurutnya, waktu itu tidak cukup, karena terlalu singkat jika mengacu pada protokol kesehatan. Kalau waktu pemungutan sampai siang hari, maka kerumunan massa sulit dihindari.
Selanjutnya soal penghitungan suara yang biasanya dilakukan berjenjang. Sistem itu juga harus dikaji kembali. Semakin banyak jenjang penghitungan suara, maka akan semakin banyak kerumunan. "Semakin banyak jenjang, kita semakin dipersulit oleh potensi kerumunan massa," ungkap dia.
Maka, kata Arwani, trobosan harus dilakukan, baik soal TPS maupun penghitungan suara. Mungkin nantinya bisa menggunakan e-rekapitulasi. Menurutnya, semua trobosan itu harus diatur dalam undang-undang. "Ya, melalui perppu. Kalau soal kecurangan, ada atau tidak TPS keliling, potensi kecurangan tetap ada," tandasnya. (lum)