Memilih pensiun dini dari perusahaan minyak dan gas internasional menjadi pilihan yang diambil Akhmad Saekhu untuk menjadi seorang pengusaha. Cita-cita di masa lalu yang belum tercapai sedikit demi sedikit mulai bisa diwujudkan.
AJIE CHANDRA, Balikpapan
BERANGKAT dari keluarga sederhana, tidak mudah membangun karir dan usaha seperti yang ia dapat sekarang. Tidak lewat jalur instan, melainkan jalur panjang yang harus dihadapi dengan tekad, keyakinan, dan doa.
Jalan berliku harus dilalui pria kelahiran Tegal, 12 September 1969 ini hingga menjadi seorang pengusaha Restoran Nasi Kebuli saat ini. Akhmad kecil tidak memiliki kehidupan seperti anak kecil pada umumnya. Ia sejak kecil harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Orangtua berpenghasilan pas-pasan sempat membuat jenjang pendidikan Akhmad hanya sampai sekolah dasar.
“Ya waktu kecil saya sempat dua tahun tidak melanjutkan sekolah. Saat itu, tamat SD saya tidak bisa melanjutkan sekolah karena kurang biaya. Hal itu memaksa saya harus mencari nafkah agar bisa melanjutkan sekolah saya. Akhirnya, saat tamat SD, saya memutuskan untuk merantau ke Jakarta,” ucapnya, kepada Kaltim Post saat ditemui di kediamannya, Perumahan Wika, Senin (28/9).
Sembari menyeruput kopi yang disajikan, ia bercerita pengalamannya dari nol hingga saat ini. Kepada Kaltim Post, Akhmad mengaku apa yang didapat saat ini merupakan hasil usaha dan sudah jadi jalan dari Allah baginya.
Saat merantau ke Jakarta, ia ikut bersama keluarganya. Saat itu, ditawari pekerjaan pembantu rumah tangga. Meski berat dan tidak tahu bagaimana kehidupan ibu kota, tetap ia ambil untuk menyambung kehidupan.
Sampai, beberapa waktu kemudian, majikannya kala itu memberikan penawaran untuk melanjutkan sekolah. Tidak pikir panjang ia menerima kelonggaran tersebut. Jadi pagi hari sekolah, usai pulang sekolah kembali bekerja. “Ya dengan gaji waktu itu, cukup untuk membayar biaya SMP saya,” katanya.
Awalnya, ia sempat kesulitan mencari SMP. Alasannya, karena ia sempat dua tahun tidak melanjutkan sekolah. Ia sempat mendaftar di SMP negeri terbaik tapi ditolak mentah-mentah. Akhirnya ia masuk sekolah swasta yang memang isinya lebih banyak “preman”-nya.
Pria yang berhobi traveling ini menuturkan, meski di sekolah banyak anak nakal, tak membuatnya patah arang untuk belajar. Terbukti, ia berhasil menjadi murid terpintar. Dan kemudian, di kelas 2 atau kelas 13 ia ditawari pindah ke SMP 41 yang sempat menolaknya. “Ya dengan bangga saya terima. Saya ingin membuktikan. Hingga saya tamat SMP saya berhasil meraih prestasi cukup bagus,” bebernya.
Jenjang pendidikan berikutnya ia berhasil masuk STM Penerbangan yang salah satu sekolah favorit di Jakarta. Hanya sebagai perantau dan menumpang hidup bersama keluarga, ia pun kembali mencari nafkah. Bersama keluarganya ia berjualan nasi goreng.
“Sebelumnya, keluarga saya cuma bantu-bantu orang berjualan nasi goreng. Dan waktu itu saya langsung ajak untuk membuka sendiri nasi goreng. Akhirnya kami berdua berjualan. Jualan setiap malam. Ya saya harus mendapat uang untuk bisa melanjutkan hidup,” terang pria memiliki satu orang anak ini.
Meski harus bekerja pada malam harinya, tidak membuat sekolahnya berantakan. Bahkan, ia berhasil masuk ke sekolah tinggi ilmu penerbangan. Di situ, ia mendapatkan beasiswa.
Sampai lulus di tahun 1990, ia harus menjalankan ikatan dinas atau menjadi pegawai negeri sipil (PNS) kala itu. “Saya menjadi tenaga pengajar di sekolah saya. Saya waktu itu lulusan D4, Teknik Telekomunikasi dan Navigasi,” bebernya.