Evaluasi Kontrak Tambang Disoal, Jatam Tuding Pemerintah Tak Transparan

- Senin, 28 September 2020 | 18:52 WIB
ilustrasi
ilustrasi

BALIKPAPAN-Evaluasi perpanjangan kontrak tambang batu bara atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) di Kalimantan dinilai tertutup. Menurut data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), terdapat lima perusahaan pemegang PKP2B generasi I, yang kontraknya akan berakhir hingga 2025. Terdiri dari empat PKB2B di Kaltim dan satu di Kalsel.

Perinciannya, PT Kaltim Prima Coal (KPC) seluas 84.938 hektare. Kontraknya akan berakhir pada 31 Desember 2021. Lalu PT Multi Harapan Utama (MHU) dengan luas konsesi 46.062 hektare, kontraknya berakhir 1 April 2022. Kemudian PT Kideco Jaya Agung (KJA) dengan luas konsesi 27.434 hektare, berakhir pada 13 Maret 2023. Terakhir, PT Berau Coal dengan luas konsesi 118.400 hektare, berakhir kontraknya pada 26 April 2025.

Empat perusahaan tambang batu bara kelas kakap itu mendapatkan konsesi di atas 20 ribu hektare. “Sementara rakyat Kaltim sendiri belum mengetahui kewajiban dan haknya, sehingga publik perlu mengetahui perjalanan masa waktu perusahaan tersebut,” kata Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang dalam keterangan persnya, Ahad (27/9). Sehingga Jatam Kaltim yang tergabung dalam Koalisi #BersihkanIndonesia bersama Jatam, Walhi Kalsel, dan Trend Asia, mendesak pemerintah membuka kontrak, baik daftar nama, hingga perkembangan evaluasi perusahaan tambang besar yang akan habis masa berlakunya.

Lanjut dia, pada tahun ini, masa kontrak rata-rata perusahaan pemegang PKP2B sudah melebihi 33 tahun. Hal itu dinilai sudah cukup panjang bagi sebuah industri ekspansif. Di mana pemerintah seharusnya memiliki tolok ukur capaian, baik kewajibannya terhadap negara maupun kewajibannya terhadap rakyat Kalimantan, dan rakyat Indonesia pada umumnya. Jatam melansir, PT KPC akan memasuki masa konsesi ke-38 tahun (1982-2021), lalu PT MHU selama 36 tahun (1986-2022), dan PT KJA yang ke-41 tahun (1982-2023).

Sementara PT Berau Coal yang memiliki luas wilayah konsesi terbesar di Kaltim, akan memasuki masa pengerjaan ke-42 tahun saat kontraknya berakhir (1983-2025). Termasuk PT Arutmin di Kalsel yang sudah beroperasi selama 39 tahun (1981-2020). “Sudahkah kewajiban terkait penerimaan negara dipenuhi? Seperti royalti, kewajiban pajak, kewajiban DMO (domestic market obligation), kewajiban pemulihan lingkungan, kewajiban hukum, tanggung jawab sosial dan lainnya? Semua itu penting dibuka, mengapa kita mengajukan permohonan tersebut,” ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM menyatakan tengah mengevaluasi kontrak dan sudah menerima permohonan perpanjangan operasi sejumlah perusahaan. Seperti PT Arutmin pada Maret 2019 dan PT KPC, Maret 2020 lalu. Sementara itu, JATAM Kaltim telah melayangkan surat permohonan informasi sesuai ketentuan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik 14/2008 pada 2 September 2020 lalu, dan telah menerima bukti tanda terima surat pada 8 September 2020 dari Kementerian ESDM.

Sejumlah pertanyaan yang seharusnya diketahui publik, menurut mereka selayaknya mampu dijawab pemerintah melalui Kementerian ESDM. Karena beberapa penjelasan pemerintah yang sebelumnya menyampaikan telah terjadi proses evaluasi. Tetapi penjelasan turunannya sampai saat ini, tidak bisa diakses dan diketahui publik. Khususnya masyarakat yang berada di sekitar wilayah terdampak. Dalam kepentingan proses evaluasi, seharusnya pemerintah menegaskan bahwa proses ini bukannya sesuatu yang sifatnya simbolik.

“Evaluasi itu harusnya terbuka, transparan, dan melibatkan banyak pihak. Pertanyaannya pihak mana saja yang dilibatkan dalam proses evaluasi yang selama ini disampaikan dalam pemberitaan? Apakah rakyat di lingkar tambang terlibat dalam proses evaluasi tersebut?” tanyanya. Hal itulah yang paling mendasari pentingnya dokumen keterbukaan informasi menjadi bagian yang harus sampai ke publik. Karena berkepentingan secara langsung, terkait bagaimana sepak terjang perusahaan tersebut selama beroperasi di Indonesia.

Sehingga Jatam Kaltim menyampaikan surat permohonan informasi ke Kementerian ESDM. Ada empat substansi yang dimohonkan mengenai informasi lima perusahaan pemegang PKP2B yang akan berakhir kontraknya hingga 2025. Yakni dokumen kontrak PKP2B, dokumen rekaman dan atau catatan tertulis notulensi evaluasi pengajuan perpanjangan kontrak PKP2B, lalu dokumen evaluasi pengajuan perpanjangan kontrak PKP2B. Dokumen lainnya adalah daftar nama, profesi, dan jabatan serta lembaga mana saja yang terlibat dalam evaluasi perpanjangan kontrak PKP2B. Yang terkait dengan perusahaan tersebut. “Hingga hari ini (kemarin) dari dokumen yang kita ajukan, kita belum mendapat satu pun balasan. Baik via e-mail, surat langsung, ataupun via telepon dari pihak Kementerian ESDM,” keluh Rupang.

Karena itu, pada pekan ini, Jatam Kaltim akan melayangkan surat keberatan. “Tentu saja akan ada sanksi yang muncul. Jika Kementerian ESDM tidak memberikan tanggapan atau jawaban atas permohonan kami. Tentu saja, kami akan serius untuk melakukan desakan agar keterbukaan ini betul-betul dilaksanakan,” katanya.

Tujuannya agar proses evaluasi PKP2B di Kalimantan benar-benar taat secara hukum. Dan transparansinya bisa dikontrol oleh masyarakat. Sehingga ada lima hal yang didesak Koalisi #BersihkanIndonesia. Yakni Kementerian ESDM membuka data informasi lima perusahaan pemegang PKP2B yang kontraknya akan berakhir hingga tahun 2025. Lalu melakukan audit terhadap PKP2B yang izinnya akan berakhir. Kemudian melibatkan rakyat di lingkar tambang selama proses evaluasi dan audit 5 pemegang PKP2B. Sehingga masyarakat turut andil dalam proses pengawasan. Selain itu, mendesak pembatalan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pelaksanaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

 Karena dinilai menjadi regulasi yang justru menjauhkan kepentingan publik. “RPP ini justru menjadi “karpet merah” bagi kepentingan 5 PKP2B tersebut,” tutupnya. Sementara itu, Walhi Kalsel meminta pemerintah untuk evaluasi terhadap sejumlah perusahaan pemegang PKP2B. Evaluasi itu tak hanya berbasiskan pada hal-hal yang sifatnya administratif semata. Di mana perusahaan-perusahaan tersebut dituding memiliki segudang kejahatan. Seperti kasus pencemaran, perampasan lahan, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia. Termasuk persoalan reklamasi dan rehabilitasi lubang tambang yang tidak dilakukan.

“Data-data ini harusnya menjadi instrumen penting dalam melakukan evaluasi, jika tidak maka dikhawatirkan evaluasi yang diselenggarakan hanya formalitas, apalagi tertutup malah berpotensi menjadi ruang baru transaksi yang koruptif,” ujar Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono. Direktur Program Trend Asia, Ahmad Ashov Birry yang mewakili #BersihkanIndonesia juga menilai permohonan informasi menjadi penting. Sebagai bagian dari upaya mendorong kebijakan energi Indonesia yang berorientasi bersih, pro lingkungan hidup serta menjamin keselamatan rakyat.

Ahmad Ashov Birry menilai, selama ini publik tidak pernah mengetahui haknya serta kewajiban lima perusahaan tersebut. “Sudah sejauh apa kewajiban mereka sebagai pemegang kontrak dipatuhi dan dilaksanakan. Termasuk perkembangan evaluasinya, jangan sampai ujug-ujug diberi status perpanjangan tanpa keterbukaan informasi, pemerintah harus membukanya ke publik,” katanya. (kip/riz/k15)

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X