Perawat jadi bagian penting penanganan pasien. Namun, di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), semuanya begitu genting. Perjuangan Fera Sulistiawati, perawat di RSUD Inche Abdoel (IA) Moeis, seolah mewakili kondisi tenaga kesehatan (nakes) saat ini.
PASIEN datang silih berganti. Hazmat yang dikenakan benar-benar jadi tameng para petugas rumah sakit, dokter, dan perawat. Nakes bak palang pintu terakhir untuk kasus Covid-19.
Kaltim Post berkesempatan berbincang dengan perawat yang kini juga terpaksa isolasi mandiri di kediamannya. Fera, begitu akrab disapa. Dia bercerita, dinyatakan positif di awal-awal September lalu. “Memang ada kontak sama keluarga, kebetulan enggak enak badan, Mas,” ucapnya. Beberapa hari kemudian, kondisi badannya terus mengalami penurunan. Padahal, perawat instalasi gawat darurat (IGD) RSUD IA Moeis itu tengah mengandung anak keduanya. Usia kandungan tujuh bulan. “Dari awal muncul virus itu sudah agak waswas,” sambungnya. Padahal, sepulang dinas, tak peduli malam atau siang, mandi adalah salah satu kewajiban. Layaknya salat fardu dalam Islam. Wajib dijalankan. Dalam benaknya, dia sudah yakin terpapar Covid-19.
Namun, sebelum dinyatakan positif, ia sempat kontak dengan suami dan anak. “Saya lapor itu sama dokter di rumah sakit, disarankan tes. Rapid Diagnostic Test awal negatif. Tapi tes swab, hasilnya positif. Sempat tuh saya dirawat di ruang isolasi rumah sakit. Dari 7 September itu, saya sudah pisah dengan anak dan suami,” ceritanya. Tracing cepat dilakukan tim kesehatan rumah sakit. “Sampai akhirnya suami saya juga dinyatakan positif,” tambahnya.
Di rumah sakit, ia sempat melihat beberapa pasien tak mampu berjuang melawan virus tersebut. Hingga harus meregang nyawa. “Sudah sempat mikir meninggal juga. Saya lihat sendiri soalnya,” ucapnya saat diwawancarai. Dalam benak Fera, dia tak mau kalah dengan virus yang sudah merenggut jutaan nyawa di dunia itu. Begitu kondisinya lebih baik, dia disarankan pulang, dan tak kontak dengan siapa saja di kediamannya. Saat perutnya semakin besar, aksesnya tentu tak seluwes biasanya. Menurutnya, duduk adalah tidur paling nyaman saat dirinya mengandung.
Di sela-sela isolasi, ada perbedaan antara Fera dan sang suami. “Kalau saya enggak bisa cium aroma dan hilang rasa (pengecap). Sementara suami hilang rasa aja,” ungkapnya. Saat dia tengah menyajikan makanan, jelas tak bisa merasakan makanan yang dibuatnya. “Itu saya ditanya, kok asin banget ya,” ucapnya menirukan perkataan sang suami. Ia pun hanya bisa tertawa sendu. “Kan saya enggak bisa ngerasain,” timpal Fera.
Namun, di tengah perjuangannya melawan Covid-19, Fera sempat melihat betapa ganasnya virus tersebut. “Motivasi saya adalah anak dalam kandungan, suami, keluarga, dan kerabat seprofesi. Alhamdulillah, saya dapat dukungan dari rekan-rekan,” ucapnya. Kabar baik menghampirinya saat ditanya kemarin (27/9). Hasil swab test terakhir dirinya dinyatakan negatif. “Alhamdulillah, itu berkah,” ungkapnya. Dukungan keluarga yang terus mengalir menjadi energi tambahan dirinya dan suami untuk yakin sembuh. (dra2/k16)