SAMARINDA – Pembangunan ruangan laboratorium bahasa SMA 13 Samarinda terhenti sejenak. Hal itu diduga akibat ketidaksesuaian lokasi dengan masterplan kawasan.
Merujuk ke belakang, aset tanah tersebut juga masih milik Pemkot Samarinda. Jika merujuk UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pengelolaan SMA atau SMK beralih ke pemprov, idealnya diikuti pengalihan kepemilikan aset untuk keleluasaan pengembangan.
Carut-marut itu akhirnya dibahas dalam rapat bersama pemkot dan Dinas Pendidikan (Disdik) Samarinda belum lama ini.
Selaku pimpinan rapat, Asisten III Pemkot Samarinda Ali Fitri Noor menjelaskan, persoalan itu terkuak setelah pihak sekolah membangun ruang kelas dan laboratorium. Merujuk gambar detail masterplan kawasan terpadu yang sudah dibuat tim dari Bidang Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda 2015 lalu, lokasi bangunan berada di jalur jalan. "Makanya besok (hari ini) tim teknis akan melakukan peninjauan di lapangan, menentukan koordinat tapal batas agar tertib administrasi, sehingga dalam pengembangan akan jelas wewenang pemkot atau pemprov ke depannya," ucapnya.
Sebagai informasi, awal tercetus kawasan terpadu ini sejak 2012, bahkan tertuang dalam SK wali kota. Pada lahan seluas 10 hektare, ada kantor Dinas PUPR dan Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Samarinda, serta dua sekolah, yakni SMK 7 dan SMA 14, reservoir Perumdam, dan fasilitas umum seperti masjid dan arena olahraga. Namun, faktanya, hanya SMA 13 satu-satunya sekolah yang menempati kawasan tersebut.
Ali menegaskan, tidak ada masalah krusial pada kasus itu. "Harapannya pengembangan sekolah seperti pembangunan gedung laboratorium bisa dilanjutkan. Rencananya pengembangan kantor Dinas PUPR juga sama-sama berjalan," ucapnya. (dns/dra/k16)