Musik Indonesia yang Susah Abadi, Imbas Minim Dokumentasi

- Senin, 28 September 2020 | 18:08 WIB
CARA TAK BIASA: Superman Is Dead jadi salah satu grup band yang memiliki dokumentasi lengkap sejak awal eksistensinya di Tanah Air. RUMAH SANUR
CARA TAK BIASA: Superman Is Dead jadi salah satu grup band yang memiliki dokumentasi lengkap sejak awal eksistensinya di Tanah Air. RUMAH SANUR

Verba volant, scripta manent. Petuah bijak dalam bahasa Latin yang umurnya berabad-abad itu nyatanya masih berlaku mutlak hingga saat ini. Yang terucap akan terlupakan. Yang tertulis akan abadi. Sialnya, dokumentasi musik Tanah Air kita tak banyak yang hadir dalam bentuk tulisan.

 

HARUS diakui, dalam pameran atau bazar buku di Tanah Air, para pengunjung lebih gampang menemukan buku biografi The Beatles, The Rolling Stones, Guns N’ Roses, atau nama band luar negeri lainnya. Ketimbang melihat biografi God Bless, Slank, atau band-band dalam negeri.

“Kalau kami lihat toko buku di Singapura, buku Pearljam bisa sampai 25 judul. Itu artinya band ini mampu mentransformasikan spirit mereka ke ranah kreativitas lain,” kata Kimung, pencabik bas band metal asal Bandung Burgerkill.

Kimung termasuk dari sedikit musisi Tanah Air yang sadar pentingnya mendokumentasikan kiprah bermusik. Tidak hanya melalui video dokumenter We Will Bleed, tetapi juga menghasilkan buku foto Burgerkill Spit The Venom dan biografi almarhum vokalis Burgerkill Ivan Scumbag. Buku berjudul My Self Scumbag: Beyond Life and Death yang rilis pada akhir 2007 bisa dikatakan jadi buku literasi sejarah underground pertama di Indonesia.

“Kesadaran mendokumentasi literasi, baik melalui buku, video, maupun kumpulan foto, masih belum dipunyai musisi di Indonesia,” ucap Kimung. ”Band-band legendaris Indonesia seperti God Bless atau AKA akan sangat sulit dicari jejak dokumentasi literasinya,” tambah Kimung.

Wendi Putranto, pengamat musik Tanah Air, menyatakan tidak mengerti alasan persis kenapa musisi di Indonesia enggan mendokumentasi musik. Namun, asumsinya hal tersebut terjadi karena Indonesia tidak punya budaya ”mendokumentasi” sejak dulu. Atau lebih dibesarkan oleh tradisi lisan dan bukan tulisan.

Karena itu, Wendi sangat salut kepada band-band yang berhasil menunjukkan artefak sejarahnya melalui dokumentasi. Sebab, musisi-musisi ini seperti melawan arus karena tidak ikut mereka yang menjadikan dokumentasi bukan prioritas utama dalam karier. Band-band seperti Superman Is Dead (SID), Endank Soekamti, dan Rocket Rockers, misalnya.

Lanjut Wendi, dokumentasi musik adalah bagian sejarah dari perkembangan musik populer walau dampaknya tidak bisa dirasakan dalam waktu dekat. Dokumentasi literasi musik musisi-musisi ini akan sangat dirasakan dan berharga puluhan tahun ke depan. Bahkan nilai jualnya juga sangat mahal nantinya.

Di sisi lain, penulis biografi SID Rudolf Dethu berkata, biografi ditujukan untuk menunjukkan hal-hal tidak banyak diketahui publik. Urusan belakang layar ini bisa meluruskan berbagai isu buruk yang berkembang soal SID.

Sementara pemain bas Rocket Rockers Bisma Karisma menuturkan, tujuan penulisan biografi band adalah meluaskan basis penggemar, baik dari kacamata kewilayahan maupun diversifikasi usia. (jpc/ndy/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Raffi-Nagita Dikabarkan Adopsi Bayi Perempuan

Senin, 15 April 2024 | 11:55 WIB

Dapat Pertolongan saat Cium Ka’bah

Senin, 15 April 2024 | 09:07 WIB

Emir Mahira Favoritkan Sambal Goreng Ati

Sabtu, 13 April 2024 | 13:35 WIB
X