SAMARINDA–APBD Perubahan 2020 Kota Tepian tiba-tiba mendapat suntikan dari sisa langsung penggunaan anggaran (SiLPA) tahun lalu. Jumlahnya terbilang besar, mencapai Rp 645 miliar selepas revisi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Kaltim.
Tak pelak, ketika daerah lain harus mengencangkan ikat pinggang karena kocek yang bisa dikelola menyusut, Samarinda justru mengalami surplus pundi-pundi sebesar Rp 95 miliar selepas lubang kekurangan ditutupi lewat SiLPA.
Awal 2020, APBD Samarinda disepakati sebesar Rp 3,1 triliun, dan setelah direvisi di perubahan, jadi Rp 3,2 triliun. Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Samarinda Ananta Fathurozzi, meski APBD 2020 Samarinda tak melorot di perubahan, jumlah kocek hingga ke mana peruntukannya tak banyak bergeser. “Untuk menutupi pembiayaan kegiatan yang sempat terhenti ketika pandemi, muncul medio Maret lalu,” ungkapnya.
Semula, ketika pandemi muncul, semua kegiatan pembangunan daerah distop. Semua itu ditempuh agar tubuh APBD bisa diatur ulang dan memusatkan pendanaan dari kocek daerah untuk penanganan pandemi. Walhasil, uang daerah yang sudah diplot untuk beragam kegiatan digodok ulang.
Penggunaan dana tak terduga dimanfaatkan pemkot sebagai pendanaan awal penanganan pandemi, sembari tubuh APBD direset. Kekurangan kebutuhan dana Covid-19 yang tersisa, jika dana tak terduga itu tak mencukupi, pemkot bisa mencomot dari SiLPA yang sudah direvisi BPK. Tentunya harus dibahas dan dimasukkan perubahan APBD terlebih dahulu.
“Jadi meski terlihat besar, SiLPA itu digunakan kembali untuk beberapa kegiatan yang sebelumnya dipangkas,” sambungnya.
Atas membengkak SiLPA, Kabid Anggaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Samarinda Zuheriansyah menjelaskan, SiLPA Rp 113 miliar di APBD murni itu merupakan angka perkiraan, dengan melihat tren realisasi penerimaan dan belanja saat pembahasan anggaran APBD 2020 di triwulan keempat. TAPD l menganalisis kemungkinan pendapatan hingga akhir 2019. "Itu perkiraan bukan angka final," jelasnya.
Begitu tutup tahun anggaran pada 31 Desember, baru semua transaksi berakhir. Pada saat itu baru kelihatan ada penerimaan yang sudah 100 persen, bahkan ada yang melebihi target, misalnya sisa lelang yang tidak jadi. Makanya pemkot terlihat dapat uang di akhir tahun 2019. "Namun, komponen SiLPA itu baru bisa dipakai pada APBD-P, karena harus melalui audit BPK RI untuk membuktikan keabsahan dan ketersediaan anggaran di kas daerah," ucapnya.
Dia menyebut, soal tanggapan publik yang menyatakan, serapan anggaran dianggap kurang, diklaimnya tidak. Secara global, dari laporan OPD realisasi belanja tahun lalu mencapai 80 persen. "Karena biasanya peningkatan SiLPA itu juga terkadang akibat pemasukan dari pusat yang tak bisa diprediksi, misalnya dana bagi hasil (DBH). Jika APBN mengalami kekurangan, transfer ke daerah bisa menurun, sehingga membuat over target penerimaan" tutupnya. (dns/dra/k8)