HINGGA Rabu (23/9), sudah 284 pasien positif terkonfirmasi Covid-19 meninggal di Kaltim. Termasuk beberapa tokoh. Salah satunya, Bupati Berau Muharram yang mengembuskan napas terakhirnya, Selasa (22/9) sore, di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan. Selain terpapar virus corona, putra daerah Berau itu juga memiliki penyakit penyerta. Yaitu, diabetes, penyakit jantung, dan lever.
Umumnya, kasus kematian pasien positif Covid-19 terjadi pada kelompok rentan. Seperti lanjut usia (lansia) dan mereka yang memiliki penyakit penyerta atau comorbid. Adanya penyakit penyerta ini, membuat kesehatan si pasien makin memburuk setelah terpapar virus. Beberapa penyakit penyerta yang umumnya dialami adalah hipertensi, diabetes melitus (DM), strok, hingga penyakit jantung.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kaltim Setyo Budi Basuki mengatakan, penyakit tidak menular tersebut banyak diidap masyarakat Kaltim.
"Kalau berdasarkan angka Surkesnas (Survei Kesehatan Nasional) kemarin, ya kita memang termasuk tinggi. Ya hipertensi, ya DM, strok, itu kita masuk lima besar nasional," terang Setyo Budi, kemarin (23/9). Dia menjelaskan, tingginya masyarakat Kaltim yang mengidap penyakit-penyakit tersebut, membuat risiko kematian lebih tinggi ketika terpapar Covid-19. Dibandingkan dengan mereka yang positif tetapi tidak memiliki penyakit tersebut.
Tingginya angka penyakit tidak menular di Kaltim, diakibatkan gaya hidup masyarakat. Mengonsumsi makanan tidak sehat, tidak memerhatikan asupan gizi, stres, dan jarang berolahraga. Sehingga meningkatkan risiko mengidap penyakit-penyakit tersebut. Di antara pelbagai penyakit tidak menular itu, penyakit yang jadi pembunuh senyap banyak masyarakat adalah hipertensi. Tanpa Covid-19, hipertensi begitu berisiko pada kematian dan komplikasi lain.
Angka hipertensi di Kaltim juga cukup tinggi. Berdasarkan data Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan 2019, prevalensi hipertensi di Kaltim jadi nomor tiga di seluruh Indonesia. Kaltim memiliki skor 39,30 yang lebih tinggi dari skor nasional yaitu sebesar 34,11.
Sedangkan, untuk penyakit strok, Kaltim menempati urutan pertama dengan skor prevalensi 14,7 dari seluruh provinsi di Indonesia. Sedangkan, skor prevalensi nasional adalah 10,9.
Maka dari itu, mencegah dan memutus rantai penularan menjadi cara terbaik untuk menekan angka kematian karena Covid-19. Apalagi, saat ini persentase kasus Covid-19 di Kaltim sudah mencapai 3,9 persen. Dijelaskan Juru Bicara Satgas Covid-19 Kaltim Andi M Ishak, hingga kemarin, ada 2.081 orang yang masih dirawat karena positif Covid-19. Sedangkan, yang terkonfirmasi positif sejak Maret 2020 hingga kemarin ada 7.264 orang.
"Dengan penambahan 196 pasien positif. Lalu, meninggal empat orang," jelasnya. Dari penambahan empat orang meninggal itu, ada kasus Bupati Berau Muharram. Almarhum Muharram terkonfirmasi sejak 11 September. Tidak hanya Muharram, kepala daerah lain di Kaltim yaitu Plt Bupati Kutai Timur (Kutim) Kasmidi Bulang juga terkonfirmasi positif Covid-19. Tingginya kasus Covid-19 di Kaltim harus benar-benar ditanggulangi. Jika tidak, makin banyak masyarakat yang meninggal karena Covid-19. Menerapkan protokol kesehatan pun jangan dianggap sebagai sekadar slogan. Tetapi harus dibenarkan.
Jangan sampai kasus makin banyak, sehingga mereka yang bergejala berat makin banyak. Sehingga, mengakibatkan lebih banyak orang yang masuk rumah sakit. Masyarakat dan pemerintah harus mengingat imbauan yang digaungkan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim Nathaniel Tandirogang. Dia menekankan, rumah sakit ataupun fasilitas kesehatan adalah hilir dari penanganan Covid-19. Hulunya adalah pencegahan di mana protokol kesehatan harus benar-benar diterapkan dengan baik.
Jika permasalahan hulu ini tidak ditangani dengan serius, hilir yang bakal kena imbasnya. Skema terburuk rumah sakit dan sumber daya manusia (SDM) kesehatan akan kelimpungan karena membeludaknya jumlah pasien Covid-19. Maka dari itu, sejumlah peraturan yang sudah dibuat tentang penanganan Covid-19 harus benar-benar diterapkan. "Semuanya harus bahu-membahu menerapkan protokol kesehatan. Dari pemerintah, dari masyarakat, dari aparat penegak hukum, dari kalangan medis," ucap dia, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, fasilitas kesehatan bukan garda terdepan. Tetapi harus mengutamakan pencegahan. Lanjut dia, publik jangan berpikir bahwa kalau sakit bisa diobati. Sebab, ketika sakit pun harus membutuhkan perjuangan sembuh. Belum lagi, jika ternyata fasilitas kesehatan kewalahan karena terlalu banyak pasien positif yang bergejala sedang hingga berat. (nyc/riz/k8)