Minat Baca Kaltim di Kategori Cukup

- Rabu, 23 September 2020 | 16:33 WIB
MINAT BACA: Mengembangkan minat baca anak tak sekadar menyediakan buku. Namun juga anak diajak mengenali isi buku dan mencintainya. Sehingga kesadaran itu pun perlahan tumbuh.
MINAT BACA: Mengembangkan minat baca anak tak sekadar menyediakan buku. Namun juga anak diajak mengenali isi buku dan mencintainya. Sehingga kesadaran itu pun perlahan tumbuh.

DARI kajian yang dilakukan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah (DKPD) Kaltim pada 2016, data mengatakan jika minat baca masyarakat Kaltim berada di kategori rendah. Artinya, banyak orang yang membaca dengan durasi di bawah satu jam dalam sehari.

“Data itu survei dari 10 kabupaten/kota di Kaltim. Dan perbandingannya memang dunia. Namun tidak bisa disamakan. Sebab, patokan UNESCO itu membaca minimal 4–6 jam sehari. Mana bisa. Harus disesuaikan dengan kondisi negaranya,” ungkap Kepala Seksi Pengembangan Pembudayaan Kegemaran Membaca Agustinus Todingrante.

Indikator minat baca diukur dari kebiasaan membaca dalam satu minggu dan durasi sekali membaca. Agustinus mengatakan ada lima tingkat. Kategori sangat rendah yaitu membaca di bawah 30 menit, rendah yakni di atas 30 menit di bawah satu jam, sedang yaitu 1–1,5 jam, tinggi 1,5–2 jam, dan tinggi di atas 2 jam.

Pada 2016, kajian minat baca Kaltim berada di kategori rendah. Sedangkan akses memperoleh bahan bacaan melalui perpustakaan baik umum, desa dan kelurahan disebutkan mudah, (lihat infografis).

Pada kajian 2018, disebutkan Agustinus sudah mengikuti standar dan pedoman acuan dari Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Sehingga indikatornya yakni sampel survei hanya lima kabupaten/kota. Yakni, Samarinda, Balikpapan, Bontang, Kutai Kartanegara, dan Berau.

Masing-masing daerah diambil 100 responden dengan berbagai latar belakang. Didapatkan data bahwa minat baca Kaltim naik di kategori sedang atau cukup. Didukung dengan korelasi tingkat minat baca dengan frekuensi ke perpustakaan. Hasilnya yakni rxy atau koefisien korelasi 0,45. “Mendekati satu, berarti semakin kuat,” sebut Agustinus.

Tingkat minat baca dipengaruhi tiga faktor, dikatakan Agustinus yang pertama yakni keadaan masyarakat itu sendiri. Kedua dari pihak pemerintah dan ketiga apakah membaca merupakan kebutuhan.

Disebutkan kebutuhan, termasuk bagaimana seseorang mengalokasikan dana untuk membeli bahan bacaan. “Ada dosen setiap bulan sisihkan Rp 500 ribu, kalau mahasiswa ada Rp 50–100 ribu per bulan. Ada juga yang tidak sama sekali. Memang terkait dengan kondisi finansial masyarakat kita,” ungkapnya.

Umumnya minat baca tinggi terkait dengan kebutuhan misal tugas atau referensi. Kebutuhan yang dimaksud Agustinus yakni tidak sekadar memenuhi kewajiban tugas, seperti mahasiswa yang mencari literatur. Namun, juga terkait dengan bagaimana seseorang memenuhi kebutuhan informasi dan pengetahuan. Bacaannya juga tidak terbatas buku fisik. Melainkan digital seperti e-Book misalnya.

Dikaitkan lagi dengan faktor kedua yakni peran pemerintah. Menyiapkan sarana dan prasarana. Bagaimana kondisi perpustakaan juga terkait koleksi buku yang ada. “Semua berkorelasi. Sarana oke, kebutuhan ada, tapi ya memang kembali ke masyarakat itu sendiri lagi. Ada yang ternyata sudah disiapkan fasilitas tapi tidak digunakan,” lanjutnya.

Dia menegaskan, kategori minat baca dibatasi dengan arti mencari informasi dan menambah ilmu pengetahuan. Durasi membaca pun bukan akumulasi harian. Tolok ukur tersebut dinilai dalam sekali membaca. “Jadi bukan pagi baca 10 menit, siang lanjut lagi, sampai akumulasi dapat satu jam misal. Bukan begitu, tapi sekali membaca itu mencapai satu jam,” jelasnya.

Dia menyimpulkan jika masyarakat Kaltim sudah menempati kategori sedang dalam minat baca. “Artinya dalam 100 orang, sudah ada 47 orang yang membaca di atas satu jam. Hal ini sejalan dengan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun lalu, yakni tingkat literasi masyarakat Indonesia itu 0,66 dan Kaltim itu 0,47. Menduduki urutan keenam se-Indonesia,” paparnya.

Sasaran perpustakaan adalah membudayakan kebiasaan baca. Sebab, konsepsi minat baca saling berkorelasi antara minat baca, budaya baca, dan kebiasaan membaca. Bagaimana langkah terkait pembudayaan kegemaran membaca, Agustinus mengatakan, jika pihaknya sudah melakukan berbagai kegiatan.

Terbatas pandemi, tidak dapat mengumpulkan orang dalam jumlah banyak. Apalagi kegiatan erat kaitannya dengan sosialisasi dan tatap muka. Sebab itu, dimaksimalkan melalui media sosial atau website milik DPKD. (rdm/ndu/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X