Sejak sekolah, dia bertekad ingin mandiri dengan langsung bekerja. Hal itu membawanya hijrah hingga ke Kota Pelajar, Yogyakarta. Belajar dunia percetakan, dia pun membawa ilmunya ke Samarinda. Membangun usaha percetakan pada usia yang terbilang muda.
PADA Agustus 2016, Luthfi terbang ke Yogyakarta. Menurutnya, industri percetakan sudah mulai berkembang di sana. Berniat mencari pengalaman, dia mencoba melamar pekerjaan pada perusahaan atau tempat percetakan.
“Tapi enggak dapat, ke sana ke mari masukin lamaran, menunggu informasi. Ternyata rata-rata menolak karena mereka cari orang yang enggak berkacamata. Soalnya butuh ketelitian kan, harus fokus,” ungkapnya. Luthfi menggunakan alat bantu tersebut karena memiliki silinder.
Diakui jika kakaknya sudah merintis usaha serupa, namun lebih ke merchandise. Sehingga dia merasa ada peluang untuk jenis lain, seperti plakat aneka bahan dan bentuk yang saat itu di Samarinda masih belum terlalu ramai.
Setelah melamar ke berbagai tempat dan tidak diterima dengan alasan berkacamata, dia pun memilih bekerja pada usaha sablon. Setidaknya tiga bulan dia habiskan di Yogyakarta.
“Di Yogyakarta saya juga mencari peralatan. Bahkan sampai ke desa-desa karena cari informasi tentang belajar terkait itu,” sebut pria kelahiran 1996 itu. Setelah dirasa cukup memiliki pengalaman, dia mantap membuka usaha percetakan di Jalan Bung Tomo, Samarinda Seberang.
Diakui sebagai orang baru, promosi usaha pun gencar dia lakukan lewat jejaring Facebook. “Sebab saya SMP-SMA di Jawa, jadi ke sini benar-benar seperti orang baru. Cari informasi dan gabung ini itu,” ungkapnya.
Pada awal merintis, diakui Luthfi belum memiliki banyak pengalaman dalam menangani klien. Sehingga saat di awal, ketika ada komplain misal barang pecah atau rusak, dia langsung mengganti.
“Padahal berangkat dari sini bagus. Ternyata sama orangnya salah packing, jadi pecah. Atau baju baru disablon langsung dicuci, padahal tunggu beberapa hari dulu. Nah sekarang sudah kami informasikan semua di awal, bagaimana kesepakatannya,” papar bungsu dari tiga bersaudara tersebut.
Semakin ke sini, usahanya semakin berkembang. Diakui memang paling sering banyak orderan jelang akhir tahun dan event kampus khususnya mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN).
“Akhir tahun itu biasanya Oktober dari instansi atau dinas yang menghabiskan anggaran, jadi pesan souvenir di sini. Minta buatkan ini itu,” ungkapnya. Selama pandemi, tak dimungkiri jika usahanya juga terdampak.
Namun Luthfi beruntung pada Maret lalu ada orderan cukup besar. Sehingga menurutnya cukup untuk menutupi operasional bulan-bulan berikutnya. Hingga Agustus lalu, dia melihat peluang custom masker.
Hal itu yang dinilainya cukup menjadi berkah tersendiri selama pandemi. Melayani hingga ribuan masker. Disinggung tentang visi usaha, dia menyebut jika ingin menjadi perusahaan penyedia solusi souvenir di Kalimantan Timur.