Titik rawan api menjadi perhatian banyak pihak. Tidak hanya pemerintah daerah, elemen lain termasuk masyarakat benar-benar harus memiliki peran. Di Kutai Timur (Kutim), beberapa titik menjadi langganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
SANGATTA–Sejumlah titik rawan tersebut terbanyak menguasai lahan gambut yang menyebar di beberapa kecamatan. Namun, titik terbanyak masih melingkupi Muara Wahau, Muara Ancalong, dan Muara Bengkal.
Dijelaskan Dandim 0909/Sgt Letkol Czi Pabate, pengalaman dari kejadian tahun-tahun sebelumnya, memasuki musim kemarau, tim pemadam baik dari BPBD maupun tim lapangan sangat kewalahan. Pasalnya, titik api kerap menyebar di banyak titik, namun alat pemadam masih minim. "Perihal karhutla, saat ini sering mendiskusikan dengan BPBD. Kami sudah rancang strategi," tuturnya saat ditemui di Makodim, belum lama ini.
Untuk meminimalisasi angka kebakaran hutan, lanjut Pabate, yang berpotensi terus meluas, dibutuhkan strategi mumpuni. Pemerintah harus mengadakan perlengkapan dan disebar ke seluruh kecamatan. "Harus bisa membaca kondisi wilayah, setelahnya baru alat menyesuaikan. Karena biasanya setiap kecamatan memiliki lahan yang berbeda-beda," terangnya. Tidak hanya itu, menurut dia, pusat komando pengendalian yang melibatkan babinsa atau masyarakat peduli api juga menjadi ujung tombak. Selain itu, personel yang akan digerakkan harus melaksanakan latihan gabungan menggunakan alat yang akan digunakan. Jika tidak mengaplikasikan materi, riskan terjadi kesalahan di lapangan.
"Kalau ada potensi karhutla mereka yang melapor ke komando pengendalian. Nah, mumpung situasi masih normal, harusnya sudah ada latihan di hotspot yang sebenarnya," jelasnya. Dia akan siaga dan siap menerjunkan personel kekuatan penuh untuk membantu menekan permasalahan tersebut. "Semua pasukan disiagakan, hanya sepertiga kekuatan yang tinggal di kantor. Kecuali sangat darurat. Saya akan bersurat ke atasan supaya dikerahkan pasukan dari batalion," tandasnya. (*/la/dra/k8)