Pilkada Tak Jadi Ditunda, Rapat Umum dan Konser Dilarang

- Selasa, 22 September 2020 | 13:41 WIB

DESAKAN penundaan Pilkada Serentak 2020 karena pandemi dipastikan kandas. Pemerintah, DPR, KPU, dan Bawaslu telah menyepakati tahapan dilanjutkan dan pemungutan suara tetap digelar 9 Desember 2020 dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi II DPR RI, tadi malam (21/9). Keputusan tersebut sesuai dengan sikap Presiden Joko Widodo yang kekeh pilkada tetap dilangsungkan pada masa pandemi. Sikap presiden sendiri disampaikan Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman dalam keterangannya kemarin.

Dia menjelaskan, pilkada harus dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan ketat disertai penegakan hukum dan sanksi tegas agar tidak muncul klaster baru. ’’Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah 2020 tetap sesuai jadwal, 9 Desember 2020,’’ terangnya. Penyelenggaraan pilkada pada masa pandemi bukan hal mustahil. Sejumlah negara seperti Singapura, Jerman, Prancis, dan Korea Selatan juga menggelar pemilu pada masa pandemi. Tentu dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Saat ini tidak ada negara yang bisa memastikan kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Termasuk Indonesia.  ’’Presiden Joko Widodo menegaskan penyelenggaraan pilkada tidak bisa menunggu pandemi berakhir,’’ lanjutnya. Beberapa petinggi partai politik di Kaltim sebelumnya berharap Pilkada 2020 tidak ditunda. Sekretaris Partai Gerindra Kaltim Seno Aji mengatakan, dari pihak Gerindra Kaltim pendapatnya lebih baik tidak diundur. Alasannya, tahapan itu sudah dimulai.

Kemudian dana yang dikeluarkan penyelenggara sudah dikucurkan.  "Jadi, ya lebih baik dijalankan dengan protokol diperketat.  Kalau kita harus mundur, nanti kan pasti ada penambahan dana lagi. Kita juga berpendapat ya tahapannya bisa berjalan dengan sesuai yang ada," ucapnya. Hal senada juga diucapkan Sekretaris Partai NasDem Kaltim Fatimah Asyari. Dia menjelaskan, menurutnya tidak perlu dimundurkan. Sebab kalau dimundurkan, akan berakibat membengkaknya biaya politik.  Baik biaya yang dikeluarkan penyelenggara maupun peserta pilkada dan tim pemenangannya. Dia menambahkan, paling penting saat ini memantau pelaksanaan protokol kesehatan agar benar-benar diterapkan.

"Kalau dari kita itu. Jangan dimundurkan. Kalau dimundurkan, itu terlalu banyak risiko pembiayaan," jelasnya. Sementara itu, PKB Kaltim memilih menyerahkan keputusan kepada KPU dan pemerintah. Ketua DPW PKB Kaltim Syafruddin mengatakan, yang mengatur jadwal dan regulasi itu pemerintah. Karena itu, pihaknya mengikuti saja apa kata pemerintah.  "Kalau KPU memiliki alasan kuat untuk menunda ya kita ikuti. Tetapi, jika pemerintah dan KPU punya alasan kuat untuk melanjutkan tahapan pilkada, ya kita ikuti saja. Sebab, mereka pasti punya landasan kuat untuk itu," imbuhnya.

Sementara itu, proses pengambilan keputusan di DPR berjalan relatif mudah. Setelah mendengarkan paparan Menteri Dalam Negeri, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI, forum sepakat untuk melanjutkan tahapan pilkada sesuai rencana. Hanya, forum memberikan catatan untuk memperketat ketentuan protokol kesehatan dan penegakannya. Konsekuensinya, Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2020 tentang pelaksanaan pilkada di masa pandemi direvisi ulang. Ada lima norma krusial yang akan mengalami perubahan.

Pertama, kampanye yang melibatkan massa akan dilarang. “Seperti rapat umum, konser, arak-arakan dan lain-lain,” kata Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia. Sebagai gantinya, dalam poin kedua menyebut, kampanye akan dimaksimalkan secara daring. Poin ketiga, sejumlah alat pelindung kesehatan seperti masker, hand sanitizer, sabun digunakan sebagai alat peraga kampanye. Kemudian pada poin keempat, penegakan hukum dan sanksi pelanggar protokol diatur dengan menggunakan sejumlah ketentuan perundang-undangan. Di antaranya UU Pilkada, UU Karantina Wilayah, UU Wabah Penyakit Menular dan KUHP.

Selain itu, forum sepakat untuk kelompok kerja (pokja) penegakan disiplin protokol kesehatan menjalankan fungsinya secara lebih efektif. Pokja terdiri dari Bawaslu, KPU, DKPP, TNI/Polri, Kejaksaan, dan Satgas Covid-19. “Terutama dalam tahapan yang berpotensi terjadinya pelanggaran,” imbuhnya. Setidaknya, ada enam tahapan yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Yakni penetapan pasangan calon, penyelesaian sengketa calon, pengundian nomor urut, kampanye, pemungutan suara dan penyelesaian sengketa hasil.

Terakhir, forum juga sepakat untuk meminta Satgas Covid-19 memberikan penjelasan yang terperinci dan berkelanjutan kepada jajaran penyelenggara, DPR dan pemerintah. Khususnya terkait status zonasi dan risiko penyebaran Covid-19 di daerah-daerah pilkada. Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian mengatakan, optimis Indonesia tidak perlu menunda pilkada untuk kedua kalinya. Tito mengklaim, pelaksanaan pilkada sejauh ini masih terkendali dan belum menyebabkan penyebaran Covid-19 yang fatal. Dia mencontohkan, sejak pilkada kembali dimulai pada pertengahan Juni 2020, belum ditemukan klaster baru penyebaran Covid-19.

Padahal, sudah ada dua tahapan besar yang dijalankan. Yakni verifikasi dukungan bakal calon perseorangan dan pemutakhiran data pemilih. “Kita enggak mendengar ada cluster dari sini yang signifikan,” ujarnya. Terkait pelanggaran yang terjadi selama masa pendaftaran, dia menilai, hal itu terjadi akibat minimnya proses sosialisasi. Pasalnya, PKPU terkait pilkada di masa pandemi baru disahkan pada dua hari sebelum pendaftaran dibuka. Sehingga banyak yang tidak paham dan memunculkan pelanggaran.

Namun ke depannya, Tito optimistis semua tahapan bisa dikendalikan lebih baik. Pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan sejumlah stakeholder, dari partai politik, penegak hukum, hingga jajaran pemda. “Mudah-mudahan di tahapan yang cukup rawan 23 penetapan, 24 pengundian nomor ini tidak terjadi kerumunan,” cetusnya. Sementara itu, Komisioner KPU RI Ilham Saputra pada awalnya mengehendaki adanya perppu untuk mengatur lebih ketat. Sebab, jika hanya sebatas PKPU, dasar hukumnya tidak terlampau kuat. Namun, karena sudah menjadi kesepakatan, KPU siap merevisi PKPU tentang pilkada di masa pandemi yang menjadi kesepakatan RDP.

Kemudian terkait kesiapan menghadapi masa penetapan paslon besok (23/9) dan pengundian nomor urut lusa (24/9) yang rawan kerumunan, Ilham mengaku sudah mengeluarkan pemberitahuan ke paslon. “Kami sudah sosialisasi untuk tidak membawa massa saat penetapan dan pengundian,” ujarnya. Untuk menghindari potensi penularan, KPU menegaskan, paslon yang hadir dalam pengundian nomor harus membawa keterangan negatif Covid-19. (nyc /byu/far/deb/jpg/riz/k16)

 

 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X