CPO Jadi Penopang Ekspor, Permintaan Timur Tengah dan Tiongkok Pulih

- Selasa, 22 September 2020 | 13:17 WIB
Crude palm oil (CPO) menjadi salah satu penahan penurunan kinerja ekspor di tengah pandemi corona.
Crude palm oil (CPO) menjadi salah satu penahan penurunan kinerja ekspor di tengah pandemi corona.

Crude palm oil (CPO) menjadi salah satu penahan penurunan kinerja ekspor di tengah pandemi corona. Gapki mencatat, per Juli 2020 lalu ekspor minyak mentah kelapa sawit naik 15 persen atau senilai USD 244 juta menjadi USD 1,86 miliar dibandingkan Juni 2020.

 

SAMARINDA- Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono mengatakan, nilai ekspor CPO pada Juli lalu menyumbang 13,6 persen terhadap nilai ekspor nasional yang sebesar USD 13,3 miliar. Kenaikan nilai ekspor sawit dipengaruhi oleh kenaikan CPO global. "Kenaikan nilai ekspor didukung oleh kenaikan harga CPO global dari rata-rata USD 602 Cif Rotterdam pada Juni menjadi USD 659 pada Juli," ujarnya melalui keterangan resmi, Senin (21/9).

Dari sisi volume, ekspor sawit pada Juli tercatat naik 13 persen, yakni dari 2,76 juta ton menjadi 3,13 juta ton. Peningkatan volume sawit dipengaruhi kenaikan ekspor produk olahan CPO dan laurik. Ekspor produk olahan CPO naik 21,8 persen atau sebanyak 352 ribu ton dari 1,6 juta ton menjadi 1,97 juta ton. Sedangkan, laurik (PKO dan olahan PKO) naik 32 ribu ton.

Sementara itu, volume ekspor oleokimia turun tipis 1.000 ton dari bulan sebelumnya, sedangkan ekspor biodiesel dan CPO masing-masing turun sekitar 50 persen atau sebanyak 3.000 ton dan negatif 2,8 persen atau sekitar 19 ribu ton.

Mukti merinci ekspor ke Tiongkok dan Timur Tengah menjadi kontributor utama kenaikan ekspor pada Juli di mana ekspor ke Tiongkok naik sebanyak 188 ribu ton atau 43 persen menjadi 629 ribu ton. Sedangkan ke Timur Tengah naik 107 ribu ton atau sebanyak 65 persen menjadi 273 ribu ton. Penurunan ekspor terjadi untuk negara tujuan India sebesar 31 ribu ton atau 5 persen dan ke Afrika turun 41 ribu ton atau 15 persen.

Meskipun volume pada Juli mengalami kenaikan, secara tahunan periode Januari-Juli 2020, kinerja ekspor sawit mengalami penurunan. Total ekspor produk minyak sawit Januari-Juli 2020 mencapai 18,63 juta ton atau 1,19 juta ton lebih rendah dari periode yang sama pada tahun lalu.

"Ekspor ke Tiongkok sepanjang tahun ini hanya sebesar 2,63 juta ton atau sekitar 61 persen dari capaian tahun lalu yang sebesar 4,28 juta ton. Sementara, ekspor ke India naik menjadi 3,25 juta ton, lebih tinggi 22 persen dari ekspor tahun lalu," terang Mukti.

Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Kaltim Muhammad Hamzah mengatakan, pada triwulan II lalu kinerja ekspor Kaltim mengalami kontraksi 6,03 persen (yoy) yang utamanya bersumber dari penurunan kinerja pertambangan serta industri pengolahan. Penurunan lebih lanjut tertahan oleh kinerja ekspor CPO yang tumbuh sebesar 8,47 persen (yoy).

Ekspor Kaltim sendiri, memiliki pangsa yang mencapai 110,03 persen dari PDRB dan mampu memberikan andil sebesar minus 6,71 persen terhadap ekonomi Kaltim. Terlalu dominannya peran pertambangan punya andil besar. Jika menurun, tentu akan menjatuhkan total nilai ekspor. Sehingga wajar kinerja ekspor triwulan kedua menurun, karena pertambangan menurun.

Selain komoditas batu bara, industri pengolahan migas, dan non-migas seperti LNG serta bahan kimia organik juga mengalami penurunan. “Pengganti batu bara diperlukan agar penurunan ekspor batu bara tak begitu membuat kinerja ekspor menurun. Sebab saat ini meskipun sektor tahun tumbuh, itu hanya bisa menahan laju penurunan,” jelasnya.

Bank Indonesia mencatat, kontraksi kinerja ekspor Kaltim yang lebih dalam pada triwulan II 2020 tertahan oleh kinerja ekspor industri pengolahan pupuk dan CPO yang masih tumbuh positif. Berdasarkan data dari bea cukai, volume ekspor pupuk di Kaltim tercatat tumbuh sebesar 46,64 persen (yoy), meski lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 404,71 persen (yoy).

Perlambatan ekspor pupuk tersebut sejalan dengan penurunan produksi pupuk yang disebabkan kendala penyediaan bahan baku impor berupa NPK, yang biasanya dibeli dari Tiongkok serta permintaan pasar global yang menurun di tengah pandemi Covid-19.

Terpisah, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Muhammadsjah Djafar mengatakan kinerja CPO sebenarnya juga terdampak Covid-19. Namun, setidaknya masih tumbuh baik di tengah pandemi, meski pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Volume ekspor CPO Kaltim tercatat tumbuh sebesar 8,47 persen (yoy).

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Transaksi SPKLU Naik Lima Kali Lipat

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB

Pusat Data Tingkatkan Permintaan Kawasan Industri

Jumat, 19 April 2024 | 09:55 WIB

Suzuki Indonesia Recall 448 Unit Jimny 3-Door

Jumat, 19 April 2024 | 08:49 WIB

Libur Idulfitri Dongkrak Kinerja Kafe-Restoran

Kamis, 18 April 2024 | 10:30 WIB

Harga CPO Naik Ikut Mengerek Sawit

Kamis, 18 April 2024 | 07:55 WIB
X