Kesuburan tanah di Kampung Temula, Kecamatan Nyuatan, tak diragukan lagi. Terbukti, hasil panen jahe melimpah. Hanya, petani terbentur pemasaran.
SENDAWAR - Salah seorang petani jahe, Gempetius (40), warga RT 05, Kampung Temula, mengatakan bahwa sejak 2016 dirinya banyak menanam jahe sembari berkebun karet. Pasang surut harga jahe sudah kerap dia alami.
Namun, kali ini adalah yang tersulit. Dia sampai bilang kalau terdesak. "Kalau hanya 4 sampai 5 karung bisa pasar lokal. Namun, lebih dari 1 ton sulit memasarkan," ungkapnya.
Dia menceritakan, sebelum pandemi, memang banyak permintaan dari luar daerah. Bahkan harganya sampai Rp 20 ribu per kilogram di awal pandemi. Ketika jahe jadi primadona karena dianggap dapat menangkal virus corona, penjualan hasil kebunnya lancar.
Sempat merasakan juga harga yang melejit kala itu. Namun, seiring ketidakpastian obat untuk wabah asal Tiongkok ini, harga jahe kembali drop. Malah sampai tidak laku. Pasar Kubar hanya mampu menampung hingga 10 karung (50 kg) per hari.
Jika ada pesanan dari luar, bisa mencapai 2 ton. Awalnya jahe putih berharga Rp 40 ribu per kg. Sekarang hanya Rp 20 ribu. Sementara jahe merah awalnya Rp 30 ribu per kg, sekarang drastis naik mencapai Rp 100 ribu per kg.
“Yang diharapkan pemerintah membantu mencarikan tempat pemasaran jahe bagi petani di Kubar. Meski produksi melimpah kalau tidak ada pembeli, petani bakal rugi,” beber Gempitius.
Terkait harga, kata Gempitius, tak terlalu ambil pusing. Sebab, di atas tanah 1 hektarenya, dia bisa memanen hingga 58 kg neto setiap 8 bulan. Jadi, dengan harga Rp 20 ribu per kilogram saja, uang yang dia dapat lebih dari cukup.
“Meski harga murah, tapi hasilnya lebih hebat dari menores karet yang harganya hanya Rp 4 ribu per kg,” tuturnya.
Sementara itu, Dafit Jubardi (26), petani yang juga pengepul jahe sejak 2017, mengakui hal serupa. Permintaan jahe dari luar daerah memang lagi seret.
“Saya pernah mengirim puluhan ton jahe untuk salah satu perusahaan jamu terbesar di Surabaya, untuk sampel. Itu saat awal Covid-19 merambah Indonesia,” beber Dafit, warga RT 04, Kampung Temula
Seiring waktu, permintaan berangsur hilang. Saat ini kesulitan utama adalah memasarkan jahe. Sebab, di Kubar belum ada pembeli besar. “Harapannya pemerintah dapat membantu pemasaran jahe yang melimpah di Kubar,” tandas Dafit.
Memang kenyataannya, petani jahe di Kubar masih mandiri. Belum ada kelompok tani jahe. Dinas Pertanian Kubar kini berupaya membantu petani melalui penyuluh pertanian lapangan (PPL).