SAMARINDA–Meski mendapat gelontoran dana yang besar, penanganan banjir ternyata belum maksimal. Bahkan, kedalaman air di beberapa kawasan langganan banjir semakin bertambah. Mengatasi hal tersebut, pasangan independen Zairin-Sarwono sudah memasukkan penanganan banjir sebagai program 100 hari kerja.
“Banjir masuk skala utama program kerja. Apalagi banjir sudah menjadi persoalan utama warga Samarinda di beberapa pelosok kota. Banjir besar ketika Idulfitri, beberapa waktu lalu, memperlihatkan ada yang salah pada kota ini. Banjir bukannya semakin berkurang, malah bertambah. Tim terpadu akan bergerak menyelesaikan persoalan banjir. Tahap pertama drainase harus bebas dari sedimentasi. Seluruh aliran aliran air harus lancar jangan ada sumbatan yang membuat air tak lancar,” kata bakal calon wali kota Samarinda Zairin Zain kepada Kaltim Post.
Keluhan banjir di kawasan Jalan Gelatik, Sempaja Utara, Damanhuri, Jalan Gerilya, hingga Jalan P Antasari harus dicarikan solusi terbaik. Dia melihat, dalam beberapa kasus, banjir terjadi karena aliran drainase tak lancar. Silakan diperhatikan, rata-rata drainase di Samarinda dipenuhi sedimentasi. Bahkan, ada drainase yang tinggi sedimentasi sudah rata dengan jalan. Lihat saja drainase di depan Mal Lembuswana, sedimentasi sudah sama dengan jalan. Dua kolam pengendali banjir, sepertinya juga dipenuhi sedimentasi. Akhirnya ketika hujan air mengalir ke jalan. Padahal kalau dinas terkait rajin melakukan pembersihan, banjir bisa dikurangi. Minimal air cepat mengalir.
Menurut dia, perbaikan dan pemeliharaan drainase harus dilakukan teringerasi. Semua drainase harus terhubung. Jangan ada yang terputus. Pada beberapa kawasan pingggiran, ada drainase yang terputus, seperti di Jalan Perjuangan. Akhirnya ketika hujan menjadi genangan yang bertahan hingga beberapa hari. Semua harus sinergi, DLH punya pasukan banyak dan Dinas PUPR punya peralatan memadai. Kalau dua kekuatan itu rutin melakukan pengerukan, persoalan sedimentasi pasti segera selesai. Kalau perlu UPTD sendiri untuk mengatasi kondisi tersebut, Zairin-Sarwono pasti akan membentuk. Terpenting, sedimentasi hilang dan drainase lancar.
“Prinsipnya pastinya drainase mengalir ke tempat yang lebih rendah, air cepat mengalir dan terbuang ke Sungai Mahakam atau Sungai Karang Mumus. Sederhana sebenarnya, kalau sampai ada sumbatan akhirnya air lambat mengalir,” sebut suami Hartami Purwaningsih Dipl Ing Agrar tersebut.
Mantan kepala Bappeda Kaltim tersebut sepakat, normalisasi SKM harus dilakukan. Program Samarinda Bangkit sudah memasukkan hal tersebut. Bahkan sampai pada menjadi SKM sebagai kawasan wisata yang menarik. Beberapa Kawasan rawan banjir harus ada polder pengendali banjir, termasuk merehabilitasi polder yang sudah dibangun. Kalau harus dikeruk, terpenting dana dianggarkan setiap tahun. (adv/waz/k8)