Nestapa Nelayan Tradisional di Pesisir Kaltim, Ruang Tangkap Makin Kecil, Tersingkir Geliat Perusahaan

- Sabtu, 19 September 2020 | 11:00 WIB
Direktur Walhi Kaltim Yohana Tiko (kiri) menyerahkan hasil kajian naskah yang berisikan permasalahan yang dihadapi nelayan pesisir.
Direktur Walhi Kaltim Yohana Tiko (kiri) menyerahkan hasil kajian naskah yang berisikan permasalahan yang dihadapi nelayan pesisir.

ABDUL Kadirkaget bukan kepalang. Ketika bangun dari tidurnya di atas kapal, dia sudah ditodong senjata aparat. Dia rasa tak pernah menganiaya orang, apalagi menilap uang rakyat. Tetapi, dia ditodong senjata hanya karena mencari ikan untuk nafkahnya sehari-hari. Kadir dituduh menangkap ikan di areal perusahaan. Padahal, dia hanyalah nelayan tradisional, bukan nelayan dengan kapal besar yang bisa menangkap berton-ton ikan.

Kadir yang hidup di Desa Jenebora, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), mencari nafkah dari hasil laut. Menjadi nelayan adalah pekerjaan turun-temurun dia dan mayoritas warga desanya. Namun, menjaring ikan tak seleluasa zaman dahulu. Ketika perusahaan besar turut mencaplok area laut. Kini tantangannya kala melaut tidak hanya cuaca, tapi juga area melaut yang makin sempit.

Kadir jadi tak habis pikir, mengapa pekerjaannya tak pernah dilindungi pemerintah. Saat ini mencari ikan saja sudah susah karena ruang lingkup lebih sempit. Apalagi, jika nanti aturan yang memudahkan perusahaan berdiri di kawasan pesisir, dia tidak tahu harus mencari ikan di mana. "Kami ingin ruang lingkup nelayan dijaga, juga Desa Jenebora. Sekarang, ruang tangkap terbatas. Kalau kita nelayan dekat jetty perusahaan, langsung kita dihadapkan dengan aparat,” kisah Abdul Kadir saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan anggota Pansus Rancangan Zonasi Wilayah Perairan dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) di DPRD Kaltim, Kamis (17/9).

Pedihnya menjadi nelayan tradisional diamini Rusliadi yang juga nelayan di perairan Teluk Balikpapan. Kata dia, hidup menjadi nelayan serasa dijajah. Tak ada perlindungan hukum bagi nelayan yang terkena kasus karena menangkap ikan di area yang disebut milik perusahaan. "Kami sebagai nelayan seperti dijajah. Kami dihadapkan sama senjata. Tiap perusahaan masuk, kami diadang. Enggak ada yang bela nelayan,” ungkapnya.

Menurutnya, pemerintah tidak hadir untuk melindungi nelayan kecil. Tiap ada proyek masuk, nelayan selalu diusir. “Selalu nelayan yang salah. Silakan ke pesisir, naik ke rig, ada senjata di sana. Kami yang dijajah. Ke mana kami mengadu? Di Balikpapan, PPU, kami disingkirkan. Kami ingin undang-undang perlindungan. Jangan ada perusahaan masuk, langsung disingkirkan kami ini," keluh Rusliadi di depan anggota dewan kemarin.

Ketua Persaudaraan Nelayan Tradisional Balikpapan Sakiran mengatakan, selama ini, selalu saja nelayan tradisional yang disalahkan. "Setahu saya 30 tahun nelayan itu pasti dibilang salah. Lebih baik kondisi sekarang, daripada dibentuk undang-undang kalau makin bikin susah," ucap Sakiran. Kepala Besar Masyarakat Adat Pesisir Kalimantan Dedi Saidan Plampung menegaskan, masyarakat haruslah dijamin haknya. Selama ini, ketika memanfaatkan alam, masyarakat hati-hati. Bukan asal sekadar eksploitasi dan mencari untung besar.

"Kami ini manusia bukan satwa. Kami minta hak kami di sana. Kami dirampok sumber daya alamnya yang kami bilang itu pusaka adat. Kalau kami mau eksploitasi, kami saja harus bikin ritual biar alam baik. Maka dari itu, kami ingin ada keberpihakan untuk masyarakat pesisir," tegas Dedi. Namun sayang, disebut Husein Suwarno dari Pokja Pesisir dan Nelayan Balikpapan, nelayan ini tidak benar-benar dilindungi dalam draf RZWP3K.

Seperti di Teluk Balikpapan. Nelayan di teluk ini terancam. Sebab, tak ada perlindungan untuk tempat tinggal dan ruang tangkap ikan. Belum termasuk perlindungan satwa yang di Teluk Balikpapan. "Di perda ini area migrasi satwa hanya garis-garis. Namun, tak ada dibicarakan habitatnya," kata Husein dalam momen yang sama.

Pradarma Rupang yang mewakili Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Pesisir dan Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim menuturkan, kepastian ruang untuk masyarakat pesisir mendesak.

Sementara draf RZWP3K tidak melibatkan masyarakat pesisir dan nelayan tradisional. Selain itu, penyusunan draf ini tak diawali bahkan dibarengi dengan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Adapun dari pesisir di utara hingga selatan Kaltim, sudah dipenuhi area-area perusahaan. Nelayan harus melaut lebih jauh, dengan perahu kecilnya. Dalam draf ini pula, kawasan permukiman nelayan hanya dialokasikan seluas 25,22 hektare.

Padahal jumlah nelayan di Kalimantan Timur tercatat 137.553 keluarga. Terdiri dari 47.477 keluarga nelayan tangkap dan 90.076 keluarga nelayan budi daya. Tak hanya itu, meski luasan kawasan perikanan tangkap dialokasikan seluas 2.605.046,40 hektare, keberadaan kawasan tangkap tersebut berada jauh dari jangkauan nelayan tradisional atau nelayan skala kecil. Dengan demikian, nelayan kesulitan karena harus bersaing dengan kapal-kapal besar pengangkut baru bara.

Sebenarnya, Rupang mengapresiasi diundangnya mereka dalam RDP ini. Namun, Rupang berharap, ini tak sekadar temu muka. Seperti pertemuan dengan perancang RZWP3K sebelumnya.

"Tetapi, semoga ada kebijakan yang diambil dari pertemuan ini yang pro terhadap lingkungan, masyarakat pesisir, dan nelayan tradisional," ucapnya. Menanggapi keluhan nelayan, Ketua Pansus RZWP3K Sarkowi V Zahry mengatakan, sebenarnya sudah ada peraturan daerah terkait perlindungan nelayan. Perda itu bernomor 9. Disahkan pada 3 Juli 2014. Diakuinya, meskipun ada aturan, praktik di lapangan bisa saja tak maksimal.

Mendengar kisah Abdul Kadir atau Rusliadi, Sarkowi mengatakan, itu bisa jadi bahan pertimbangan parlemen untuk merevisi. "Masukan hari ini tentu sangat penting, akan kami diskusikan. Jangan sampai RZWP3K justru menyusahkan nelayan," jelasnya. RZWP3K Kaltim telah dirancang sejak dua tahun lalu. Pada 24 Februari 2020, draf RZWP3K sudah selesai dirancang pemprov.  Saat itu, kepada media, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltim Riza Indra Riadi, mengatakan bahwa nelayan tradisional bisa mengakses 84,78 persen dari keseluruhan zona di alokasi RZWP3K.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X