Penyuap Dulu, Penerima Kemudian

- Rabu, 16 September 2020 | 12:26 WIB

SAMARINDAKorupsi tak pernah bisa berdiri sendiri. Ada dua sisi mutualisme yang berperan menghadirkan praktik lancung tersebut. Si pemegang kendali kebijakan dan si pemain yang kemaruk mencicipi uang rakyat. Pertalian timbal balik dari dua sisi ini berlanjut ke keturunan korupsi. Yakni, suap atau gratifikasi. Bersanding dengan hiruk-pikuk penanganan pandemi yang tak terprediksi muaranya.

Ismunandar (bupati Kutai Timur nonaktif) bersama istri, Encek Unguria Firgasih (ketua DPRD Kutim nonaktif) bikin geger publik Benua Etam selepas keduanya dibekuk petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kawasan Senayan, Jakarta, lewat operasi tangkap tangan (OTT), Kamis (2/7) lalu. Bersama keduanya, ada tiga kepala dinas yang turut diseret. Musyaffa (kepala Dinas Pendapatan Daerah/Bapenda Kutim nonaktif), Aswandini (kepala Dinas Pekerjaan Umum/DPU Kutim nonaktif), dan Suriansyah (kepala Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah/BPKAD Kutim nonaktif).

Selain kelima orang ini, ada dua rekanan, yakni Aditya Maharini Yuono dan Deky Aryanto yang diduga jadi penyuap agar kendali kebijakan pembangunan infrastruktur 2019–2020 di Kutim tersentral ke mereka. Aditya Maharini Yuono merupakan rekanan di sejumlah proyek infrastruktur di Kutim. Di antaranya, pembangunan embung Desa Maloy, Sangkulirang, senilai Rp 8,3 miliar, pembangunan rutan Polres Kutim sebesar Rp 1,7 miliar, peningkatan jalan Kecamatan Rantau Pulung senilai Rp 9,6 miliar, optimalisasi pipa air bersih senilai Rp 5,1 miliar, dan pemasangan lampu Jalan APT Pranoto senilai Rp 1,9 miliar.

Sementara itu, Deky, salah satu rekanan yang berkuasa mengelola proyek di Dinas Pendidikan Kutim. Total proyek yang ditanganinya dari instansi edukasi tersebut mencapai Rp 40 miliar. Dua bulan lebih pemeriksaan digeber KPK, berkas kedua rekanan ini meluncur duluan ke meja hijau Pengadilan Tipikor Samarinda, Senin (14/9). Di peradilan tingkat I itu, sidang perdana dari kasus ini bakal dihelat pada 21 September.

Majelis hakim yang menangani perkara ini sudah ditunjuk. Agung Sulistiyono ditunjuk jadi ketua majelis didampingi dua pengampu lainnya. Yakni, Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo. Digulirkannya berkas para penyuap lebih dulu jadi strategi jitu agar memastikan sejauh mana praktik korupsi itu mengalir. Termasuk membongkar siapa saja yang jadi pemetik hasil dari praktik culas tersebut. “Sistematikanya akan lebih mudah terbuka. Karena si pemberi pasti hafal siapa saja yang mendapat bagian dari dia,” ungkap pengamat hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah kepada Kaltim Post, kemarin (15/9).

Mengadili pemberi baru penerima seperti langkah taktis agar aliran suap tersusun rapi. Di kasus lain yang ditangani KPK di Kaltim, seperti kasus suap proyek preservasi jalan SP3 Lempake-SP3 Sambera-Santan-Bontang-Sanggata, KPK lebih dulu menyeret Hartoyo, pemilik PT Haris Tata Tahta (HTT) dan berakhir dengan palu hakim seberat 2 tahun 6 bulan pidana penjara. Sementara itu, Refly Ruddy Tangkere (kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional/BPJN XIII Balikpapan) dan Andi Tejo Sukmono (pejabat pembuat komitmen proyek preservasi itu) digulirkan selepas Hartoyo diadili. Tentunya dengan vonis yang lebih berat.

 Andi Tejo diadili selama 5 tahun pidana penjara sementara Refly selama 4 tahun pidana penjara. Menurut Castro, begitu dia disapa, sistematika seperti ini dalam mengadili para pelaku korupsi tidaklah salah. “Justru mudah mencerna seperti apa sebenarnya permainan kotor para pelaku. Ketika si pemberi sudah diadili karena terbukti memberi untuk memengaruhi kebijakan jelas si penerima tak bisa mengelak,” tuturnya. Jalur praktik kotor korupsi beserta turunannya, suap atau gratifikasi ajek hadir dalam pola yang cukup rumit.

Lanjut dia, pengaturan dalam menyidangkan seperti itu, bisa jadi dasar publik untuk lebih mudah memahami wujud dari rangkaian peristiwa. Hingga praktik korupsi bisa terjadi. Sistematika di hilir untuk mengadili dapat tergambar dari pola menyidangkan si pemberi suap. Namun, pengaturan agar kasus korupsi dapat diusut tentu berbeda. Karena menerapkan sudut pandang para penegak hukum. Selain pendalaman kasus, ada OTT yang jadi skema untuk menyingkap praktik lancung tersebut.

                Hanya, KPK yang punya keistimewaan menggunakan OTT sebagai cara menyibak korupsi yang terjadi. Kendati terkesan mempermudah dalam mengusut, sejatinya, OTT justru jadi langkah memastikan semua proses pemerintahan yang tampak normal dan mengikuti legalitas aturan yang ada bersih dari parasit rasuah. “Semua proses yang tampak legal dan sah belum tentu bersih. OTT jadi disinfektan untuk memastikannya,” tegas dia.

Dari kasus Ismunandar cs saja, misalnya. Menurut Castro, menilik tata kelola pemerintahan pada era Ismunandar, publik akan melihat tak ada masalah dalam berjalannya roda pemerintahan. Terlebih, Kutim jadi salah satu kabupaten pemilik predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam penataan keuangan daerah.

“Berangkat dari tata kelola yang baik dan predikat WTP nyatanya tak berarti bersih,” kritiknya. Dari predikat WTP yang diperoleh, mungkin bisa menyiratkan adanya permasalahan dalam pembangunan infrastruktur. Korupsi infrastruktur terlihat jelas karena berada di ilir, terungkap setelah ada ketimpangan dalam pembangunan yang berjalan. Sementara di hulu, selalu diisi suap atau gratifikasi. Melihat batang tubuh korupsi tentu haruslah menyeluruh dari ulu ke ilir. Suap dan gratifikasi masih menjadi sampar yang paling berbahaya dan menjangkit lebih mudah di lingkup pemerintahan. “Yang jadi pembeda suap dan gratifikasi itu hanya output perbuatannya. Jika suap maka output-nya terjadi saat itu juga. Sementara gratifikasi output-nya muncul belakangan,” singkatnya. (ryu/riz/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X