SAMARINDA – Relokasi warga di tiga RT Gang Nibung di bantaran Sungai Karang Mumus (SKM) berdampak pada proses pemilihan nanti. Pasalnya, data kependudukan yang terekam, mereka masih berdomisili di kawasan yang kini steril dari permukiman tersebut.
Bukan tak mungkin, di hari pencoblosan pada 9 Desember mendatang, warga terdampak relokasi tersebut harus kembali ke sana untuk menggunakan hak suaranya. Mengingat, TPS dan lokasi penggunaan hak pilih yang disediakan KPU menyesuaikan jumlah penduduk berbekal data kependudukan.
Dengan begitu, meski mereka pindah, sekitar 300 warga yang terdampak di lokasi itu pun harus kembali ke lokasi yang disterilkan pemerintah itu untuk mencoblos nantinya. “Rujukan pendataan pemilih berdasarkan KTP-el atau KK (kartu keluarga),” ungkap Ketua KPU Samarinda Firman Hidayat (14/9).
Dari rujukan nomor induk kependudukan (NIK) itulah, KPU menyusun jumlah pemilih dan sebaran lokasi. Termasuk daya tampung tempat pemilihan. Namun, lanjut dia, masih ada kesempatan untuk memugar data diri tersebut sebelum daftar pemilih tetap (DPT) diumumkan medio Oktober nanti. “Masih bisa ajukan perbaikan karena berpindah tempat tinggal,” katanya.
Jika perbaikan itu tak diajukan, warga yang kini sudah pindah lokasi bermukim tersebut harus kembali ke sana untuk mencoblos. Dari data sementara KPU, ada tiga TPS yang akan dibangun ketika pemilihan wali kota Samarinda dihelat. “Karena acuan kami data diri mereka dan yang terdata bermukim di sana,” akunya.
Hal ini, terang Firman, bukan kali pertama terjadi. Pada Pilgub 2018 lalu terjadi hal serupa di kawasan lain. Saat itu warga yang menggunakan hak pilih meski sudah direlokasi, harus ke lokasi relokasi untuk mencoblos.
“Kami tetap sediakan TPS di sana. Jika mereka pindah dan mengurus formulir pindah memilih pun tetap bisa mencoblos di lokasi lain,” singkatnya. (ryu/dwi/k16)